Oleh : Kanti rahmillah, M.Si
Belum genap setahun bekerja, corak tata kelola
pemerintahan Indonesia semakin menunjukan dengan tegas wajah liberalnya. Hal
ini tampak dari kebijakan pemerintah seperti mencabut subsidi BBM, padahal penetapan
harga BBM nasional masih mengikuti harga minyak dunia. Tak lama berselang
beberapa kebutuhan pokok merangkak naik, seperti TDL, LPG, serta beberapa
sembako dan lainnya.
Kalangan
yang menaruh harapan
dengan terpilihnya Jokowi mulai menuai kekecewaan. Namun yang lebih fatal adalah nasib hidup
mayoritas rakyat yang semakin buruk, karena tak mampu memenuhi kebutuhan mereka
dengan tuntas. Tentu saja termasuk
didalamnya adalah kesulitan hidup yang dialami kaum perempuan.
Kondisi ini mendorong sebagian kaum
perempuan khususnya kaum ibu ikut mencari nafkah sebagai solusi untuk
mengamankan perut keluarga. Apalagi dengan adanya perdagangan bebas, memudahkan
perusahaan asing mendapatkan tenaga kerja yang murah dari kalangan perempuan
bukan laki-laki.
Tidak hanya bekerja di sektor industri,
para ibu pun rela menjadi pekerja di sektor domestik. ILO memperkirakan jumlah
pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia dalam dua tahun terakhir meningkat
tajam. Bahkan untuk sektor ini, para ibu
berkorban meninggalkan keluarga dalam waktu lama untuk menjadi buruh migran di
negeri orang.
Data Depnakertrans tahun 2008
menunjukkan penempatan TKI di luar negeri setiap tahun berkisar antara 45 ribu
sampai dengan 700 ribu selama periode 2005-2008. Bahkan persentase TKI perempuan meningkat
sekitar 77 persen pada 2008. Maka bisa dibayangkan bahwa setelah tahun 2008
jumlah TKW menjadi makin meningkat seiring dengan himpitan ekonomi akibat
perdagangan bebas.
Dari sisi lain, faham feminisme disadari
atau tidak, telah menjadi faham yang di amini oleh perempuan Indonesia. Buktinya
sebagian masyarakat mengangap bahwa perempuan yang berkiprah di ranah publik,
derajatnya lebih tinggi dari pada perempuan yang hanya mengurusi urusan
domestiknya. Nilai inilah yang membuat perempuan berbondong-bondong keluar
rumah untuk mengaktualisasikan dirinya, meninggalkan kewajiban utamanya sebagai
ummun wa robatul baiti. demi mengejar eksistensi terhadap dirinya, perempuan
rela dieksploitasi.
Dua kondisi diatas, -sistem Indonesia
yang Neolib dan nilai feminism– berdampak sama, yaitu ketidakoptimalan peran
utama perempuan di rumah. Lebih jauh, hal ini dapat mengakibatkan retaknya
institusi keluarga seperti gugat cerai, dan hancurnya generasi seperti
kenakalan remaja (freesex, narkoba, dll)
Kondisi ini jelas membahayakan generasi,
mereka yang seharusnya memiliki mental pejuang memperbaiki bangsa, malah
menjadi ‘sampah’ yang meresahkan masyarakat. Kondisi ini pun telah gagal dalam
menempatkan perempuan sebagai insan politis yang peduli terhadap kepentingan
masyarakat. Karena itulah, kaum hawa
harus berjuang untuk mengubah sistem Kapitalis yang eksploitatif menjadi sistem
Islam yang mensejahterakan.
Sebagai sistem hidup yang sempurna dan
paripurna, Islam memandang kepada derajat perempuan, bukan dari seberapa besar
kiprahnya di ranah publik, atau seberapa besar gaji yang dia dapat apalagi
jabatan yang ia peroleh. Kemuliaan perempuan tercermin dari tingkah lakunya
yang sesuai syariat. Syariat Islam tidak menghilangkan sifat kodrati mereka,
bahkan justru mengatur peran, posisi dan hak-hak mereka dalam kehidupan,
sehingga perempuan tidak terbebani, apalagi dieksploitasi. Islam menjaga peran perempuan
pada saat mempercayakan perwalian kepada kaum laki-laki. Pembagian peran itulah
yang mampu menjamin hak-hak ekonomi mereka, termasuk menjamin kebutuhan
finansialnya setiap saat.
Keindahan Islam hanya bisa dirasakan
bila diterapkan dalam sistem berdaulat bernama Khilafah Islamiyyah. Ibarat payung, Khilafah memiliki seperangkat
sistem yang mampu melindungi dan mensejahterakan perempuan. Bila diterapkan,
Khilafah secara tegas mencegah eksploitasi perempuan. Sistem yang diterapkan mampu memutus
penjajahan ekonomi, menjamin kebutuhan setiap warganegara, hingga memastikan
pencapaian kesejahteraan masyarakat termasuk perempuan.
www.islampos.com
27 Maret 2015
27 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar