Selasa, 09 Januari 2018

Perempuan dalam jebakan neoliberalisme dan feminisme

Oleh : Kanti rahmillah, M.Si
Belum genap setahun bekerja, corak tata kelola pemerintahan Indonesia semakin menunjukan dengan tegas wajah liberalnya. Hal ini tampak dari kebijakan pemerintah seperti mencabut subsidi BBM, padahal penetapan harga BBM nasional masih mengikuti harga minyak dunia. Tak lama berselang beberapa kebutuhan pokok merangkak naik, seperti TDL, LPG, serta beberapa sembako dan lainnya.
         Kalangan yang menaruh harapan dengan terpilihnya Jokowi mulai menuai kekecewaan.  Namun yang lebih fatal adalah nasib hidup mayoritas rakyat yang semakin buruk, karena tak mampu memenuhi kebutuhan mereka dengan tuntas.  Tentu saja termasuk didalamnya adalah kesulitan hidup yang dialami kaum perempuan.
Kondisi ini mendorong sebagian kaum perempuan khususnya kaum ibu ikut mencari nafkah sebagai solusi untuk mengamankan perut keluarga. Apalagi dengan adanya perdagangan bebas, memudahkan perusahaan asing mendapatkan tenaga kerja yang murah dari kalangan perempuan bukan laki-laki.
Tidak hanya bekerja di sektor industri, para ibu pun rela menjadi pekerja di sektor domestik. ILO memperkirakan jumlah pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia dalam dua tahun terakhir meningkat tajam.  Bahkan untuk sektor ini, para ibu berkorban meninggalkan keluarga dalam waktu lama untuk menjadi buruh migran di negeri orang.
Data Depnakertrans tahun 2008 menunjukkan penempatan TKI di luar negeri setiap tahun berkisar antara 45 ribu sampai dengan 700 ribu selama periode 2005-2008.  Bahkan persentase TKI perempuan meningkat sekitar 77 persen pada 2008. Maka bisa dibayangkan bahwa setelah tahun 2008 jumlah TKW menjadi makin meningkat seiring dengan himpitan ekonomi akibat perdagangan bebas.
Dari sisi lain, faham feminisme disadari atau tidak, telah menjadi faham yang di amini oleh perempuan Indonesia. Buktinya sebagian masyarakat mengangap bahwa perempuan yang berkiprah di ranah publik, derajatnya lebih tinggi dari pada perempuan yang hanya mengurusi urusan domestiknya. Nilai inilah yang membuat perempuan berbondong-bondong keluar rumah untuk mengaktualisasikan dirinya, meninggalkan kewajiban utamanya sebagai ummun wa robatul baiti. demi mengejar eksistensi terhadap dirinya, perempuan rela dieksploitasi.
Dua kondisi diatas, -sistem Indonesia yang Neolib dan nilai feminism– berdampak sama, yaitu ketidakoptimalan peran utama perempuan di rumah. Lebih jauh, hal ini dapat mengakibatkan retaknya institusi keluarga seperti gugat cerai, dan hancurnya generasi seperti kenakalan remaja (freesex, narkoba, dll)
Kondisi ini jelas membahayakan generasi, mereka yang seharusnya memiliki mental pejuang memperbaiki bangsa, malah menjadi ‘sampah’ yang meresahkan masyarakat. Kondisi ini pun telah gagal dalam menempatkan perempuan sebagai insan politis yang peduli terhadap kepentingan masyarakat.  Karena itulah, kaum hawa harus berjuang untuk mengubah sistem Kapitalis yang eksploitatif menjadi sistem Islam yang mensejahterakan.
Sebagai sistem hidup yang sempurna dan paripurna, Islam memandang kepada derajat perempuan, bukan dari seberapa besar kiprahnya di ranah publik, atau seberapa besar gaji yang dia dapat apalagi jabatan yang ia peroleh. Kemuliaan perempuan tercermin dari tingkah lakunya yang sesuai syariat. Syariat Islam tidak menghilangkan sifat kodrati mereka, bahkan justru mengatur peran, posisi dan hak-hak mereka dalam kehidupan, sehingga perempuan tidak terbebani, apalagi dieksploitasi. Islam menjaga peran perempuan pada saat mempercayakan perwalian kepada kaum laki-laki. Pembagian peran itulah yang mampu menjamin hak-hak ekonomi mereka, termasuk menjamin kebutuhan finansialnya setiap saat.
Keindahan Islam hanya bisa dirasakan bila diterapkan dalam sistem berdaulat bernama Khilafah Islamiyyah.  Ibarat payung, Khilafah memiliki seperangkat sistem yang mampu melindungi dan mensejahterakan perempuan. Bila diterapkan, Khilafah secara tegas mencegah eksploitasi perempuan.  Sistem yang diterapkan mampu memutus penjajahan ekonomi, menjamin kebutuhan setiap warganegara, hingga memastikan pencapaian kesejahteraan masyarakat termasuk perempuan. 


www.islampos.com
27 Maret 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar