Sabtu, 22 Oktober 2011

analisis kampus

Analisis realitas kampus


Berbekal dari pembacaan realitas yang benar, maka ketika kita bicara kampus sebagai basis intelektual yang didalamnya berisikan orang2 yang haus dengan ilmu. Maka tak aneh jika basis pergerakan biasanya diawali dari kampus. Termasuk pemikiran2 kufur yang mereka coba cokolkan kepada kita, mereka tanamkan awalnya melalui kampus. Maka semua “pemain” menyadari bahwa kampuslah corong perubahan.
Semua faham hal tersebut, tak terkecuali musuh islam, mereka mencoba memandulkan potensi pemuda dengan menghembuskan al wahn kedalam jiwa2 pemuda. Mereka dengan sistematis merubah arah pandang pemuda2. Mereka memberikan definisi ”bermanfaat” hanya untuk dirinya,...secara agregat sdh bisa dikatakan yang mendominasi kaum intelektual skg ini adalah pemikiran egosentris, hanya memikirkan diri sendiri. Ketikapun mereka meneliti semata2 hy untuk prestise dan materi belaka. Ketika pun ada niat untuk kemaslahatan umat, itu jika kepentingan pribadinya sdh terpenuhi.
Mereka tidak sepenuhnya bersalah, karena sistemlah yang membuat mereka demikian, ada skenario besar untuk memandulkan potensi anak bangsa. Mahasiswa cenderung disibukan dengan hal2 teknis dalam belajarnya (tugas, laporan, )tanpa diajak berfikir hakikat dari ilmu yang dipelajari, dihembuskan enterpreunership yang akhirnya memalingkan mereka terhadap kenyataan bahwa merekalah tumpuan umat. Isu terorisme, radikalisme membuat mahasiswa phobia terhadap islam mabda, energi besarnya tertumpulkan dengan sajian2 televisi yang menumpulkan otak (band, film korea). Berfikir bahwa kuliah adalah rutinitas semata dan merupakan tahapan dari kehidupan yang selanjutnya akan diisi tahapan tersebut dengan bekerja, kaya, bersenang2 dll.
Pengajar disibukan dengan penelitian2 yang murahan, akhirnya menyebabkan kualitas mengajar menurun, dan berorientasi pada materi yang akan dia dapatkan dari penelitian. Menjadi dosen adalah profesi bukan lagi wujud pengabdian dia terhadap masyarakat, bukan lagi menjadi wujud syukur dia karena telah diberikan amanah (ilmu) yang harus di distribusikan kepada yang berhak. Sekali lagi ini bukan seratus persen kesalahan para dosen. Ada upaya jahat yang luar biasa yang sedang menggerogoti kita secara sistematis.
Jangankan berfikir untuk akhirat, berfikir tentang pertanggungjawaban mereka di akhirat, faham bahwa kita akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak saja mungkin tak melekat dalam nafas mereka. Apalagi jika berbicara kontribusi mereka terhadap umat, hal tersebuat sepertinya sudah jauh dari benak mereka.
Masyarakat kampus keliru memahami arah pandang kehidupannya (mafahim), masyarakat kampus menjadi individu-individu yang tak mengerti cara memandang kehidupan, tak mengetahui hakikat kehidupan- bahwa hidup semata-mata hanya untuk allah, tidak difahami dengan sebenar-benarnya. Tak memahami konsep islam adalah sebuah ideologi yang akan menuntun mereka dalam setiap langkahnya. Mereka tak menjadikan islam sebagai penyelesai masalah.
Termasuk juga standar hidupnya (maqoyis) adalah asas manfaat, yang menjadikan pilihan-pilihan yang dia ambil bersandarkan pada manfaat, belum lagi ditambah al wahn (cinta dunia takut mati) yang begitu mengakar belukar menjadikan mereka kebingungan. Yang tersodorkan di kampus adalah standar yang disistemkan,
Tentu saja qonaah (ketundukan) yang masih loyal kepada sistem, artinya kebijakan apapun yang dikeluarkan oleh penguasa, seolah-olah itu adalah yang terbaik buat kita, walaupun realitas tersebut tidak terindra.
Akhirnya bisa kita simpulkan masyarakat kampus masih tejerat MMQ (mafahim, maqoyis, qonaah) sistem saat ini, ikatan penguasa(sistem) dan masyarakat kampus masih erat melekat.
Jika kita lihat sejarah, Daulah islam kuat karena pengurusan daulah terhadap warganya terkait dengan MMQ yang kuat, begitupun sebaliknya daulah mulai menuju kebawah tatkala pengurusan terhadap MMQ yang tidak seintensif ketika daulah khilafah masih kuat.
Cara agar MMQ yang terjalin antara sistem (penguasa) dan rakyat sekarang ini termasuk kampus, adalah MMQ non islam, MMQ sekuler kapitalis. Maka kita harus memutusnya (dorbul alaqoh) dengan cara kasful khutot (membongkar makar) pemikiran2 kufur yang membelenggu. Agar kita mampu mengupas pemikiran kufur maka kita harus faham realitas ide tersebut. Lalu cara dorbiul alaqoh lain dengan kifahul siyasi (perjuangan politik), gozwul fikr, thalabunusroh dll. Hal tersebut harus dilakukan secara masif dan cepat.Ombak besar dengan kecepatan yang luar biasa akan mampu mengubah daratan.
Selain aktivitas diatas harus pula mengopinikan MMQ Islam, sehingga putuslah MMQ mereka dengan sistem yang ada. Kemudian karena tabiatnya masyarakat adalah membutuhkan pemimpin maka syarikah saat itu sudah siap menggantikan kepemimpinan, syarikah siap membawa rakyat menuju gerbong kebahagiaan hakiki menuju MMQ yang sohih dengan menerapkan syariat islam dibawah naungan daulah khilafah Islamiyah.
Poin penting dari tulisan ini adalah kembalilah pada khitoh perjuangan, artinya ketika sebuah gerakan kebingungan dengan arah geraknya, maka kembalilah pada tsaqofah partai yang tentunya disarikan dari alquran dan assunah.
Fahami realitas dengan metode yang benar,sehingga tidak menjadikan realitas tersebut sumber hukum, setelah tergambar dengan jelas realitas tersebut, apapun hasilnya maka kembalikan pada khitohnya.
Realitas kampus demikian, ada MMQ civitas akademik (mahasiswa,dosen,birokrat) yang khas, yaitu MMQ kapitalis , maka yang kita lakukan putuskan MMQ civitas akademik dengan sistem melalui kontak masif, gozwul fikr, kasful khutot, kifahusiyasi, thalabunusroh dll. Hingga akhirnya putus hub mereka dengan sistem (penguasa) –terjadi dorbul alaqoh.
Dengan meminta pertolongan allah yang maha kuasa, yang mengetahui dibalik seluruh rahasia kehidupan, yang menjanjikan khilafah pasti tegak. Maka pengemban dakwah kembalilah pada hakikatnya seorang pengemban dakwah.
Taskif musrifah sangat dibutuhkan, karena inilah yang menjadi titik lahirnya para pengemban dakwah yang militan, lalu tak lupa struktur mengurusi kader yg menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan khitoh hizb.

Wallahualam bi sawab......

kanti rahmillah

realitas kampus....

TERBENTUKNYA SEBUAH REALITAS
(mengupas realitas kampus bagi aktivis pergerakan)


Sebuah realitas akan mampu tergambar dengan jelas di benak seseorang ketika dia serius dalam mengamatinya, serius dalam ikhtiyar untuk memahaminya. Semakin detil seseorang mengerahkan daya dan upayanya dalam mewujudkan gambaran realitas dalam benaknya, akan semakin tercipta pula gambaran realitas yang mendekati sempurna. Begitupun kampus, siapa saja yang menginginkan dibenaknya tergambar dengan jelas gambaran realitas kampus, maka dia harus serius dalam memahaminya.
Sebuah Realitas yang terserap pada benak akan semakin siap diolah menjadi sebuah pemikiran, tatkala sudah menjadi sebuah “model” yang baik . artinya gambaran realitas yang ada dibenak harus mampu menggambarkan realitas yang sesungguhnya. (sebuah model yang baik adalah model yang mampu menjelaskan dengan menyeluruh gambaran sebuah realitas). Semakin baik model, semakin tinggi tingkat akurasinya.
Sebelum kita membahas bagaimana metode membuat model yang baik? Pertama yang harus kita lakukan adalah memahami dengan benar hakikat berfikir. Karena seseorang yang memahami hakikat dari berfikir, dan tentunya metode berfikir, maka dia akan memposisikan realitas menjadi sebuah komponen berfikir, bukan semata sumber hukum.
maka syikh Taqiyudin annabhni dalam buku hakikat berfikir nya, mendefinisikan komponen berfikir kedalam 4 komponen, dimana ketika salah satu saja terabaikan, alias ada pengabaian dalam bentuk ketidakfahaman atau ketidakseriusan dalam memahaminya, maka tak akan sempurna hasilnya. Komponen tersebut adalah fakta, informasi seebelumnya, otak dan akal.
akhirnya, jika kita ejawantahkan pada sebuah pergerakan, sebuah gerakan akan mampu bergerak dengan arah yang benar, tatkala pada awalnya dia mampu memahami realitas yang terjadi. Dengan memahami realitas maka gerakan tersebut mampu menentukan arah gerakannya.
Dan untuk memahami realitas tersebut dibutuhkan indra untuk mengambilnya—untuk dijadikan sebuah model dalam benak. Semakin peka indra sebuah pergerakan, semakin mampu dia melangkah menuju pada keberhasilan cita2 nya. Kepekaan ini tentunya harus diasah, cara yang paling signifikan agar kepekaan indranya tajam, sebuah pergerakan harus mampu membenturkan diri dengan realitas tersebut. Bagaimana pun juga data primer akan mendekati kesempurnaan daripada data sekunder. Artinnya sebuah gerakan tersebut harus membenturkan dirinya dengan realitas. Daripada hanya sekedar menyimpulkan dari informasi2 yang ia dapat.
Tentunya jika kita berbicara sebuah gerakan islam maka dia terdiri dari individu2 yang memang dari niat ketergabungannya adalah untuk berdakwah. Dan ini harus benar2 dipastikan (karena banyak kasus ditemukan, bahwa ketergabungan seseorang menjadi bagian gerakan bukan karena dakwah, bahwa dakwah menjadi poros hidup tidaklah difahami dengan benar).
Individu2 gerakan harus dengan masif membenturkan dirinya dengan realitas. Caranya dengan kontak. Begitu banyak mekanisme mengontak, yang akan hanya menjadi sebuah teori belaka jika tidak dipraktekan. menghadiri event2 yang dibuat oleh masyarakat, agar kita mengetahui atmosfer realitas dan mampu membuat model dengan baik.
Hal ini jika diabaikan, akan mengakibatkan model yang bias, artinya jika benturan yang dilakukan tak sempurna akan terjadi pengambilan asumsi dalam setiap langkah gerakan tersebut.
Setelah kita faham realitas dan juga indra, maka tak boleh luput dari perhatian kita terkait dengan organ tempat kita berfikir, yaitu otak, tak usah kita kita hiraukan IQ, karena persentase nya hanya 10% (damiri mutohari). Lagi pula harus dipertanyakan pula keabsahan cara penghitungannya?namun yang pasti cukuplah para pengemban dakwah mengikuti sunah rosul-- Cara merawat otak: Makanan (toyib); habits (ex/ tidur diwaktu makruh—subuh , asar ; melakukan banyak hal mubah—nonton, ngobrol ngaler ngidul; dan tidak menjalankan amalan sunah yaumiyah lainny) inilah hal2 yang akhirnya membuat otak kita tumpul, para mujtahid, ulama, mereka senantiasa memperhatikan hal2 kecil dalam setiap hidupnya. Apakah sudah habits nya, makannya sesuai dgn rosul? karena kepastian itu sudah cukup untuk menggambarkan apakah kinerja otak kita optimal dalam kinerjanya.
Terakhir adalah maqlumat tsabiqoh/informasi sebelumnya. Adalah sebuah kecerobohan yang luar biasa jika para pengemban dakwah bertindak tanpa maklumat tsabiqoh. Perbanyak maklumat tsabiqoh dengan mutatabi realitas, dan yang harus digarisbawahi adalah mempertajam tsaqofah gerakan. Bagaiman bisa seorang pengemban dakwah mampu merealisasikan cita2 harokah jika mafhum cara bergerak pun belum mendalam, tidak tajam, setumpul dan seringan batu apung.
Maka dibutuhkan taskif yang intensif, taskif yang berkualitas, taskif yang terjadi didalamnya talqiyan fikriyan. Tujuan taskif adalah menciptakan individu yang bersyaksiyah islam, menjadikan individu yang menjadi mufakirun siyasiyun, siasiyun mufakirun, dan menanamkan karakteristik menjadi pengemban dakwah. Sehingga dari sana lahir para pengemban dakwah yang militan.
Pendek kata ketika gambaran realitas kita sempurna karena kepekaan indra kita, terolah bersama dengan tsaqofah dan maklumat yang mendalam, tak lupa organ tempat mengolah yaitu otak haruslah dalam kondisi yang optimal, maka akan terlahir darinya sebuah pemikiran yang muhadadah, pemikiran yang mendalam tentang sesuatu. Dari hasil pemikiran itulah subuah gerakan dapat merumuskan langkah dengan cara2 yang mampu menghantarkan pada cita2 gerakan, sebuah gerakan akan mampu merumuskan masalah, dan mencari jalan keluar dengan tuntuna syara. Tak ada lagi asumi dan kebingunan dalam bertindak. Yang ada adalah sebuah optimisme tentang keberhasilan cita2 gerakan.


kanti rahmillah

Mampukah Bank Syariah Menjadi Solusi di Tengah Sistem Neolib?

Seperti yang sudah diramalkan para ekonom, krisis moneter yang terjadi di tahun 1997 sampai krisis dunia tahun 2008 menyeret indonesia menuju krisis ekonomi yang cukup signifikan. Terjadi inflasi besar-besaran, yang menyebabkan melemahnya nilai rupiah. Hal ini secara signifikan dirasakan rakyat dengan melambungnya harga-harga barang termasuk didalamnya kebutuhan pokok.
Bank-bank penopang perekonomian negeri ini berjatuhan, pemerintah harus merogoh kocek ratusan triliun (kasus BLBI saja pemerintah harus kehilangan 650 triliun). Ditengah bank-bank konvensional koleps, bank syariah tetap kuat dan bertahan menjalani krisis tersebut. Sejak saat itulah wacana ekonomi islam semakin digandrungi, terutama dikampus-kampus yang memiliki fakultas ekonomi, termasuk IPB yang sekarang memiliki program studi ekonomi syariah.
Alasan utama mengapa bank syariah yang terkenal dengan sistem non riba plus zakat relatif lebih kuat dibanding bank konvensional, karena Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya, sedangkan bank kovensional justru menopangi hidupnya dengan bunga. Dan kita tahu suku bunga berpengaruh positif terhadap inflasi, sehingga sangat wajar bank konvensional rentan terhadap krisis.
Namun pertanyaannya sekarang adalah, apakah bank syariah yang landasannya berdasarkan alquran dan assunah mampu bertahan di sistem yang ribawi ini? Jika kita melihat arah kebijakan ekonomi negara kita, yang cenderung mengadopsi sistem ekonomi neoliberalisme yang bertumpu pada utang dan investasi pada pertumbuhan perekonominya. Maka kita bisa melihat begitu kontrasnya dengan ekonomi islam yang melarang ada aktifitas riba (utang dan investasi ala neolib pasti mengandung suku bunga, artinya sistem ini berbasis ribawi).
Lantas bagaimana fenomena bank-bank syariah yang menjamur sekarang ini? Apakah mampu bank-bank tersebut murni berbasis non ribawi? Realitas yang ada mengatakan bahwa akan sulit bank syariah hidup berdampingan dengan bank konvensional, akhirnya bank-bank syariah jika ingin hidup haruslah menyesuaikan diri maka merekapun terlibat riba, walaupun istilah riba sudah dimodifikasi kedalam istilah yang samar, bahkan tidak sedikit alasan keberadaan bank syariah hanya merupakan trand permintaan pasar saja yang meningkat.
jika ekonomi Syariah dipandang seperti itu, maka ekonomi Syariah hidup berdampingan dengan ekonomi ribawi sebagai subordinasi Kapitalisme. Misalnya, manakala krisis keuangan global telah memukul dengan keras lembaga-lembaga keuangan ribawi di seluruh dunia, maka ekonomi Syariah dipandang sebagai pasar alternatif di dalam menggali laba.
Tentunya dalam hal ini, akan sulit pula ekonomi syariah menjadi solusi atas permasalahan ekonomi bangsa ini. Eksploitasi yang terjadi akibat utang luar negeri dan juga investasi pemodal asing adalah konsekuensi atas diterapkannya sistem neoliberlisme di negara kita. Secara otomatis jika kita mengetahui bahwa secara agregat, penyebab terpuruknya indonesia adalah eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam kita, maka solusi atas permasalahan ini agar tuntas adalah perubahan sistem. Bukan hanya sekedar resuffle kabinet yang hanya membuang uang negara tanpa ada konsep yang jelas menuju perubahan nasib bangsa. “menteri berubah, rakyat tetap makan teri” hade line sebuah media masa, cukup menggambarkan kesadaran rakyat akan sia-sianya resuffle kabinet.
Terakhir, dan ini adalah jawaban atas judul diatas, mampukah bank syariah menjadi solusi atas kemiskinan, kebodohan, kurang gizi, korupsi, kriminalitas, amoral, dan semua yang melanda negeri ini? Jawabannya iya, jika negeri ini terbebas dari kukungan sistem ekonomi neoliberalisme, tetapi jangan berharap negeri ini akan membaik apapun instrumen kebijakannya, apapun konsep bank nya jika masih menggunakan sistem yang sama. Jika memang bank syariah mampu menjadi solusi maka alternatif perubahan sistem menjadi sistem islam mutlak dilakukan.

kanti rahmillah