Jumat, 12 Mei 2017

Terima Kasih HTI, Sekarang Kami Tau Bagaimana Cara Mencintai Indonesia Dengan Tulus






















Alhamdulillah, Sejak bertemu dengan HTI tahun 2003. Selama 14 tahun bersama HTI, saya tidak pernah dibina untuk benci pada negeri ini. Justru sebaliknya, saya dibina untuk mencintai negeri ini dengan tulus. Wujud cinta kami pada negeri ini bukan sekedar seremonial atau sekedar memajang foto garuda dirumah. Lebih dari itu, wujud cinta kami pada negeri ini adalah dengan ketidakdiaman kami saat melihat SDA negeri ini dikeruk asing dan aseng. 

Kami tidak pernah diajarkan untuk mengkudeta penguasa apalagi mencaci maki individu penguasa. Yang diajarkan pada kami, sebagai anak bangsa adalah sikap kritis dan sensitif terhadap permasalahan bangsa. Jangan Individualis, tak peduli lingkungan sekitar, hanya memikirkan diri sendiri. Kami diajarkan untuk tidak diam melihat kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Ketidakdiaman kami tentu sesuai dengan koridor syariat, tanpa kudeta, tanpa kekerasan, sopan, sesuai adab, yaitu dakwah pemikiran.

Kami pun tidak pernah diajarkan anti pancasila, karena sesungguhnya pancasila adalah hasil konsensus pendahulu negeri ini. Yang kita kritisi adalah yang menyalahartikan pancasila. Karena menurut kami pancasila tidak bertentangan dengan Islam. Hanya saja poin dalam pancasila ada 5 butir, sedangkan syariat Islam triliunan butir. Namun yang jelas pancasila tidak bertentangan dengan Islam.

Yang diajarkan pada kami oleh Hizbut Tahrir adalah bahwa korupsi, melibas habis harta negara untuk kepentingan pribadi itu adalah kriminal. Menjual aset-aset bangsa pada asing dan aseng adalah tindakan yang menyengsarakan rakyat. Membuat UU yang merugikan rakyat adalah pintu kehancuran sebuah negeri. Inilah yang diajarkan pada kami. Sehingga wajarlah jika kami tak diam melihat kemiskinan yang bertambah, diakibatkan tingkah penguasa. Wajar juga jika kami sedikit keras pada pemangu kebijakan jika terlahir UU yang menciderai kesejahteraan umat.

Ketika melihat janda tua sebatang kara, orang cacat dan orang-orang lainnya yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, dan mereka diabaikan. Dipaksa berjuang memenuhi kehidupannya sendiri sama seperti orang sehat dan mampu. apakah itu adil? sistem ekonomi kapitalis liberalis yang di anut pemerintah kita tidak membahas mereka, perekonomian bangsa berkutat pada GDP bukan kebutuhan orang perorang, apakah sudah terpenuhi kebutuhan pokoknya atau belum?. Wajar jika kami pun bukan hanya mengkritisi pemangku kebijakan, Namun lebih dalam kami mengkritisi sistem yang berlaku di negeri ini.

Sistem ekonomi kapitalisme dan liberalisme terbukti menyengsarakan rakyat, lihatlah uu migas, uu penanaman modal dll, semua pro pemilik modal, tidak pro rakyat. Bukan hanya sistem ekonominya saja, sistem pendidikan pun sama. Sistem pendidikan sekuler yang diadopsi negeri ini menjadikan individu-individu yang lahir didalamnya menjadi individu yang individualis, menjadikan ilmu yang didapatkannya hanya sebagai alat mencari uang untuk kebahagiaan pribadi, bukan untuk kemaslahatan umat.

Apalagi sistem demokrasi yang berwajah ganda. nyata-nyata merusak negeri ini. Lihatlah atas nama demokrasi kafir boleh jadi pemimpin. Padahal sudah jelas keharamannya. Atas nama demokrasi pula, triliunan rupiah uang negera habis dikantongi tikus tikus berdasi untuk sekedar mencalonkan diri jadi pejabat. sungguh miris negeri ini.

Jadi wajar jika sistem yang ada di negeri ini pun harus dibenahi. Karena kami yakin, penguasa tidak semuanya dzolim, ada juga penguasa yang bersih. Namun karena mereka berada pada kubangan sistem demokrasi yang sudah sedari lahirnya cacat, sistem demokrasilah yang membuat mereka tak terlihat kiprahnya.

Problematika yang sistemik inilah yang membuat HTI tergerak untuk ambil andil, mengoreksi penguasa dan menyadarkan pada umat bahawa negeri kita ini masih dijajah, buktinya semua kebijakannya tidak ada yang independen. Maka sangat aneh jika dikatakan HTI tidak ambil andil dalam pembangunan negara.

Sungguh disayangkan, organisasi yang dicintai umat. Sekelompok orang yang dengan tulus mencintai Indonesia ini diperlakukan tidak adil oleh pemerintah. Wajar reaksi umat, tokoh, ulama, organisasi Islam, menolak wacana pembubaran HTI. karena sesungguhnya tidak ada yang bertentangan dengan Indonesia.

Sedih rasanya ketika HTI di cap menodai kebhinekaan, karena yang saya pelajari justru sebaliknya, karena kami menghormati setiap agama, kami tak ingin penoda agama berkeliaran. Kami pun tak ingin ada ormas yang memboikot pengajian. Kami ingin hidup rukun dalam beragama. Tapi rukun dalam beragama bukan dimaknai mencampuradukannya, pluralisme. Rukun itu damai tidak mengganggu, menghormati.

Ketika ada syariat Islam yang mengharuskan wanita menutup auratnya, maka bukan berarti HTI sedang tidak mencintai teman-teman di Papua yang pakai koteka, atau bahkan HTI menciderai tradisi mereka, bukan itu. Karena sesungguhnya budaya adalah prodak dari hasil berfikir. Ketika kita sampaikan bahwa adab manusia salah satunya menutup auratnya, maka teman-teman di Papua pun bersegera menutup tubuhnya. Maka dari itu HTI pun menjelaskan alangkah cepatnya manusia mendapatkan hidayah jika negara pun ikut mengemban dakwah, negera dengan kekuatannya, bisa menjadikan orang-orang di Jakarta dan orang-orang di Papua sama taraf berfikirnya.

Oleh karena itu, sangat aneh jika pemerintah mewacanakan pembubaran HTI, karena dari sisi maslahat saja, HTI adalah organisasi yang membantu pemerintah dalam menjalankan amanahnya. Doa kami untuk Indonesia. Mudah-mudah bangsa ini menjadi bangsa yang makmur sejahtera, warganya diberikan keberlimpahan RahmatNya, penguasanya mengayomi masyarakatnya, Sistem yang mengaturnya menjadikan Indonesia menjadi negara berdaulat tanpa intervensi asing. Dan hal demikian insyaAllah akan terwujud dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Allahuakbar.Wallahualam.

#KamiBersamaHTI
#IslamBersatu

Kanti Rahmillah, S.T.P, M.Si