Jumat, 28 September 2018

Ulamaku Bukan Untukmu


By Kanti Rahmillah

Liukmu goyahkan kokohnya iman
Merdumu hancurkan marwah pujaan
Hingar bingar diterpa angin malam
Kau ceraikan kepercayaan

Kini kami kehilangan
Tauladan untuk masa depan
Nasihatnya dulu, menyegarkan
Bak air segar menyirami tanaman
Kini, tak ada sisa untuk dimakan

Kau jebak ulama kami demi kekuasaan
Tinggalkan wara’ demi kemaslahatan
Cicipi maksiat walau tak lezat
Kembalilah wahai ulama akhirat







Rabu, 04 Juli 2018

Kreatif, bukan bandel

Hari ini, seperti biasa berazam untuk tidak marah-marah pada anak. Doa sudah dipanjatkan, walau tahajud kelewat lantaran pas bangun jam 2, bangun langsung buka HP, niat awal setelah seger, langsung solat... toh biasanya solat jam 3. taraaaa, jam 02.30 bocah bangun, nangis, minta ditemenin bobo.

Taulah apa yang terjadi. emak ikut bobo. Bangun jam 5, setelah adzan berkumandang. Ohhhh coba saat bangum langsung wudhu.... HP oh hp, benarlah setan gepeng ituh.... tapi, emak malah dongkol sama bocah, bukan sama HP. issshhh kenapa bangun sih... " oji, kenapa kalo bangun nangis sih, cari umi, kan udah besar". Begutulah emak, boacah aja yang suka salah. Walhasil, rencana menulis dan lain2 terhenti.

Eh back to topic. Pagi yang cerah nan riweuh... iyalah, emak bangun kesiangan.... bangun jam 4 pagi aja belum tentu beres, ini jam 5. Emak musti cuci baju, nyuci piring, masak, beresin rumah. Tapi pagi ini dapet ciuman nakal dari suami... upss sensor. Lucu ajah, ni babeh babeh, pagi2 mau berangkat kerja udah gatel ajah. 😜

Nah, intinya.... ditengah kehebohan pagi hari... bocah numpahin hampir seluruh isi bedak. "Main salju yuhuuuu". Apa mak? marah? udah gatel pengen marah-marah. Yesss, alhamdulillah. respon umi. "Loh? ". Tarik nafas, ambil bedak yang tersisa di botol. Simpan, pergi ke dapur nerusin kerjaan. Selamet,  ga marah... yeyeyy senengnya.

Udah gitu ajah, cerita bocil

#latihanFastWriting
#Lemesinjari
#revowriter

Selasa, 03 Juli 2018

Marah

"Umi jangan marah-marah atuh". Hampir lah setiap hari kata-kata itu keluar dari mulut para bocah. Ah, rasanya, terpukul sekali, setelah memarahi mereka. Ada godam besar yang menghantam pundak. "Hey, kamu siapa, berani memarahi mereka". Seketika ema sadar dan menyesali, tak lama kemudian mengulangi.

Beda ketika kita marah dengan orang dewasa. Bibir kita kelu. Ingin melupakan dan lari dari masalah agar amarah itu hilang. Nyatanya bukan hilang, malah terpendam dan suatu saat akan naik lalu membuncah. Ahh emak. Terlalu lelah rupanya. Butuh picnik sepertinya

Eitss picnik nya. Picnik akhirat, bukan dunia tentunya. Picnik, jalan-jalan ketemu Allah, Taqorub, mendekat, jalankan sunnahnya, perbaiki kualitas wajibnya. Picnik pikiran, menata hidup, memikirkan esensi kehidupan, tak menantang qodi, ikhlas dalam setiap keputusannya.

Dan bocah bangun. sekian pemirsah

Senin, 25 Juni 2018

Bahagia Bersamamu

Bahagia itu sederhana. Saat kau merasa gelisah, ada dia yang selalu membuatmu tertawa dan bahagia.

Ahhh sepertinya, kalimat diatas lebih cocok diungkapkan oleh dua pasang insan yang sedang dimabuk asmara. Lain cerita bagi sepasang suami istri yang seringnya dimabuk amarah. daripada dimabuk cinta.hee

Begitulah bahtera rumah tangga, 2 tahun diikat cinta. Sisanya, taat menjadi jaminan utuhnya rumah tangga.

Rumah tangga yang bahagia tak melulu tertawa. Karena kita punya air mata, yang mengalir memberi warna. Sedih dan pilu pun adalah rasa yang melengkapi bahagia.

Jika diluar sana, banyak orang yang kesulitan menyatukan dua karakter yang beda. Kami disini sebaliknnya, karakter kami yang begitu mirip ternyata mengundang problem juga.

Sama-sama anak pertama dan dari suku yang sama. Bahkan Buyut kami, adik kakak. Kebiasaan yang sama. Mungkin hanya hobi yang beda. Saya suka film drama romantis, doi sukanya film action.

Saya berharap suami romantis, dia malah berharap istri realistis. Saya ingin diberi Bunga, eh dia bilang. " Serius umi mau bunga?" kaya ga percaya dan berfikir... bunga tak ada faedahnya sama sekali.

Ahh padahal kami dari latar keluarga yang mirip dan karakter yang sama. Egois, pengatur, tak mau diatur, inginnya mengatur. hee...

So... Bahagia dalam rumah tangga tak sesimpel senyuman dibibir. Bahagia dalam rumah tangga itu kompleks. Susah dirangkai kata, karena maknanya yang begitu dalam.

Namun yang pasti dalam keluarga kami yang kami syukuri adalah jatuh bangunnnya kami dalam menjalankan syariat Robbi. Istri yang belajar melayani suami. Suami yang belajar mengayomi istri.

Mudah-mudahan Allah memudahkan langkah kami menuju syurgaNya... Amin ya Robb....

Kanti Rahmillah
26 Juni 2018

Rabu, 10 Januari 2018

Menciptakan Maestro dalam Rumah

Membersamai anak itu, bukan hanya hadir depan mata anak kita. Lebih dari itu, membersamai anak itu terlibat didalam aktivitas mereka.

"Ahaa" itu ada saat kita langsung menemani mereka, tanpa gangguan. Tanpa setan gepeng, istilah abah ihsan untuk smart phone. Tanpa pekerjaan rumah. Tanpa aktivitas lain. Melebur, membersamai mereka.

Jadilah orangtua yang betulan, bukan kebetulan jadi orang tua. Didiklah anak kita dengan ilmu, niscaya ilmu akan membimbingmu pada kelurusan pengasuhanmu.

Tinggikan gunung, jangan ratakan lembah. Jangan bersusah payah mengajari burung berenang, ikan terbang. Ketika kita mendidik anak kita sesuai passionnya. Maka saat itu, kita sedang mempersiapkan seorang maestro.

Ketika dikotomi profesi bertumpu pada profesi populer pencetak uang. Anak dipaksa menjadi bagian yang mempopulerkanya tanpa memandang bakat minat anak. Paling hebat dia akan menjadi orang biasa, orang kebanyakan. not ordinary people.

Mari ciptakan maestro, ibu cerdas adalah ibu yang dapat menginspirasi anak-anaknya menjadi pribadi yang membanggakan dimata Allah SWT,  Menjadi pribadi yang bermanfaat bagi umat.

Pada prakteknya, jangan membanding-bandingkan anak kita dengan saudara atau temannya. Bandingkanlah anak kita hari ini dengan dirinya kemarin. Karena setiap anak itu unik. Tidak ada anak yang bodoh. Yang ada adalah anak yang belum menemukan guru terbaiknya.

#gamelevel7
#day1
#bunsayiip

Selasa, 09 Januari 2018

Genosida Rohingya dan Persatuan Umat Muslim Dunia

Genosida terhadap etnis Muslim Rohingya seperti tak berkesudahan. Pengusiran, pemerkosaan, pembakaran etnis Rohingya oleh Milisi Budha Rakhine dan Militer Pemerintahan Myanmar menjadi tontonan liar umat dunia. Foto-foto dan video-video yang beredar di medsos, -walau terselip gambar hoax namun sebagian besar benar adanya, menyodorkan gambaran betapa sadisnya pembantaian terhadap Muslim Rohingya.  PBB menggambarkan Rohingya sebagai kaum yang paling teraniaya di dunia.
Seperti yang diceritakan para pengungsi yang lolos dari amukan militer Myanmar di Bangladesh, mereka bercerita bagaimana penganiyayaan yang mereka terima begitu biadab. Kaum lelaki dikumpulkan dengan mata tertutup untuk dibantai secara masal didepan anggota keluarga mereka, kaum perempuan dan anak-anak perempuan menjadi sasaran pemerkosaan bergilir, anak-anak kecil bahkan bayi yang baru lahir diinjak, dipenggal, atau dilempar ke danau. (Koran Arroyah- Bangladesh).
Terungkap dari satelit google bahwa lebih dari 2600 rumah telah dibakar. Pada tanggal 25 Agustus 2017, hanya dalam 3 hari saja, 3000 Muslim Rohingya dibantai oleh pasukan keamanan Myanmar dengan dalih mencari kelompok teroris Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) yang menyerang pos-pos militer Myanmar, militer Myanmar membabat habis semua etnis Rohingya termasuk perempuan dan anak-anak. (kantor berita Turki Anadolu Agency)
Yang lebih menyayat hati adalah sikap pemimpin Muslim terhadap pengungsi Rohingya yang meminta suaka. Perdana menteri Bangladesh Hasina Wajed memerintahkan pasukan keamanan perbatasannya untuk mendorong pengungsi kembali ke Myanmar, atau membuang mereka ke teluk Benggala. Sudah ada sekitar 38.000 pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh dan 20.000 pengungsi yang masih terdampar di pulau tak berpenghuni tanpa bantuan makanan dan atap.
Bahkan 28 Agustus 2017, Kemenlu Bangladesh mengirimkan proposal resmi ke kedutaan Besar Myanmar di Dhaka untuk menyampaikan ketertarikan Bangladesh dalam membantu tentara Myanmar untuk membantai saudara saudara kita disana (Koran Arroya- Bangladesh). Sungguh penghianatan yang amat kejam.
Sejarah Rohingya
Krisis Rohingya sudah lama terjadi, pengusiran dan pembantaian nya sudah ‘dicicil’ dari awal mula keberadaan Kerajaan Budha dan Kolonial Inggris .
Rohingya adalah etnis yang lebih mirip dengan Bangladesh, daripada etnis Pemerintahannya, Indocina. Karena memang pada masa penjajahan Inggris, banyak warga Bangladesh yang migrasi ke Arakan, sehingga terjadilah asimilasi. Begitupun agamanya, Myanmar adalah negara mayoritas beragama Budha, berbeda dengan Rohingya yang Muslim. Bahkan Rohingya kerap disebut bukan asli warga Burma.
Padahal jika kita lihat sejarahnya, Arakan yang saat ini bernama Rakhine, yang merupakan wilayah mayoritas Muslim Rohingya. Sudah ada sebelum negara Birma lahir (1948). Pada masa kekhilafahan Harun Arrasyid, Daulah Khilafah Islamiyah yang merupakan negara adidaya pada saat itu,memasuki birma (877 M).
Kepemimpinan Islam di Arakan/Rakhine berakhir pada tahun 1784, saat kerajaan Budha dan Kolonialis Inggris menjajah Burma. Disitulah darah kaum Muslim pertama tumpah, kaum Budha berkoalisi menyerang dan menduduki Arakan, serta membunuhi kaum Muslim karena fanatisme agamanya.
Dibawah kekuasaan Junta Militer, melalui UU tahun 1982, Operasi penghapusan kebangsaan kaum Muslim Rohingya resmi disahkan, karena dianggap bukan warga negara Birma.
Krisis Rohingya adalah Krisis Agama
Masifnya pembelaan kaum Muslim seluruh dunia, sungguh menggetarkan siapapun yang melihatnya. Bantuan donasi, obat-obatan, relawan, begitu besar dari individu Muslim, terlebih negeri Muslim. Aksi peduli Rohingya pun dimana-mana, bahkan pengajuan pencopotan peraih nobel perdamaian Aung San Suu Kyi yang bergeming melihat kedzoliman pemerintahannya menjadi viral. Hal ini membuktikan bahwa perasaan kaum Muslim sama, membela dan peduli pada Rohingya dan melaknat perbuatan perwira Budha dan militer Myanmar.
Melihat geliat Ukhuwah Islamiayah yang besar, akhirnya ada berbagai pihak yang mencoba mengalihkan opini dan bernarasi bahwa konflik Rohingya bukanlah isu agama, ini hanyalah sekedar isu etnis, atau isu ekonomi atau isu kemanusiaan. Mereka menganggap, jika isu Rohingya adalah isu agama dikhawatirkan akan menjadi sumber konflik Islam Budha di Indonesia.
Dalam kacamata Islam, makna toleransi kepada sesama manusia adalah menghormati keyakinannya, karena Islam adalah agama rahmatan lil alamin, agama pembawa rahmat bagi selruh dunia, tak terkecuali nonMuslim. Hal ini dicontohkan oleh Rosulullah SAW, beliau berjual beli dengan non Muslim, mengunjungi tetangga yang sedang sakit, walaupun tetangganya adalah kafir.
Contoh lain, toleransi pada masa Utsmani yang diakui kebenarannya oleh seorang orientalis Inggris, TW Arnold dalam bukunya, “The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith, 1896, hlm. 134” menyatakan bahwa “Perlakuan terhadap warga kristen oleh pemerintahan Khilafah Turki Utsmani –selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani- telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa”.
Jadi jika ada yang mengatakan krisis Rohingya bukan krisis agama, itu tidaklah sesuai fakta. Pertama karena sudah nyata korbannya adalah Muslim. Fakta pembantaian Milisi Budha Rakhine dan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya sudah tidak bisa dielakkan.
Kedua, jika kita lihat narasi Milisi Budha yang membantai Muslim Rohingya, mereka berulang kali mengatakan Muslim harus dimusnahkan dari bumi Myanmar. Meraka khawatir, Islam akan menyaingi mereka seperti halnya yang terjadi di Indonesia, yang kini negaranya mayoritas Muslim. Mereka mengatakan, sebelum tubuh Muslim di Myanmar semakin besar, mereka (Muslim) harus di musnahkan.
Maka setiap usaha yang menistakan agama, wajib hukumnya bagi Muslim untuk membela. Krisis Rohingya yang menyebabkan kaum Muslim terusir dari rumahnya bahkan mati dibunuh karena agamanya, telah diterangkan dalam hadist Rasul
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
“Musnahnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada terbutuhnya seorang Muslim.” (HR. Muslim, An Nasa’i dan At Tirmidzi. Shahih At Targhib wa At Tarhib no.2439, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam hadist, dikatakan satu orang Muslim lebih berharga dari dunia dan isinya, sedangkan darah kaum Muslim di Myanmar sudah beribu ribu. Pensitaan agama yang dilakukan Milisi Budha rakhine adalah perilaku binatang yang harus kita tentang. []
Kanti Rahmillah, M.Si
https://www.islampos.com/genosida-rohingya-dan-persatuan-umat-muslim-dunia-47371/

Kapitalisme Membidani Lahirnya “Ayah Ibu Kriminal”

Ibarat “ Baiti Jannati” , keluarga adalah tempat dimana rasa bahagia terkumpul dan tercipta suasana yang harmonis. Lahir didalamnya, individu-indivdu penyayang yang terdidik dalam menjalani kehidupan. Aqidah yang tertanam dalam anggota keluarganya, menjadi pondasi ketakwaan mereka. Syariat sebagai konsekuensi keimannanya, menjadi perisai dalam mengarungi kehidupan. Ayah menjadi tempat sandaran untuk rasa aman, Ibu menjadi pendidik utama dan pertama untuk anak-anaknya. Namun kapitalisme merenggut semuanya. Kemiskinan yang mencekik, keimanan yang dangkal, menyebabkan suami istri tak berfungsi sebagaimana fitrahnya.
Sebut saja, kasus  Atty-Itoc yang menambah deretan list pasutri yang melakukan korupsi. Wali Kota Cimahi nonaktif ini, bersama suaminya M Itoc ditangkap KPK saat menerima transferan uang sebesar 500juta. Tentu bukan hanya mereka, masih banyak deretan pasutri yang terseret kasus korupsi, seperti M Nazarudin dan Neneng yang hingga kini masih mendekam dijeruji, karena kasus suap di Kemenpora dan Wisma Atlit.
Mereka adalah pejabat negara, yang seharusnya mampu menjadi “orang tua” masyarakat, yang mengayomi dan melayani umat, hingga terangkat martabatnya. Namun pendidikan sekuler membuat mereka menjadi pintar tanpa takwa. Suami istri bahu membahu menciptakan kebahagiaan sendiri, menari diatas penderitaan rakyatnya.
Bukan hanya korupsi. Kasus vaksin palsu yang baru-baru ini meresahkan masyarakat, ternyata dilakukan  oleh pasutri hidayat dan rita. Mereka memproduksi vaksin palsu dirumahnya sendiri. Padahal suami istri seharusnya bekerjasama dalam kebaikan, bukan kemudorotan. Menjadikan rumah sebagai tempat ibadah yang kondusif, bukan malah menjadikan rumah sebagai tempat maksiat.
Yang lebih miris, kasus pasutri yang menjadi mucikari online. Disebutkan oleh tribunnews.com, alasan pasangan ini menjadi geremo sekalius merangkap PSK, lantaran mereka tidak sanggup membiayai kedua anaknya. Belum lagi kasus yang dilaporkan pada KPAI, seorang Ibu di Samarinda yang tega menjual keperawanan anaknya, padagal  baru 11 tahun, hanya karena terlilit hutang.
Siapa yang tidak sedih mendengar kasus diatas. Seharusnya ayah dan ibu menjadi teladan utama bagi anak-anaknya, menjadi pelindung di garda terdepan bagi buah hatinya. Sungguh memprihatinkan jika mereka menjadi korban pertama kedua orangtuanya.  Mana mungkin akan terlahir anak-anak yang solih dan cemerlang, apalagi berkarya untuk umat, jika orang tuanya adalah pelaku kriminal. Anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa, kini harus siap menjadi sampah bangsa.
Dengan demikian, wajar jika remaja hari ini, banyak yang kehilangan identitasnya, lantaran kerja “kotor” orang tuanya. Mereka makan dari hasil uang haram, maka jangan disalahkan jika mereka menjadi bebal, keimanan seolah tak sudi menempel dalam darah daging mereka. 
Kasus kasus diatas menggambarkan pada kita, bahwa Indonesia berada dalam darurat ketahanan keluarga. Delapan fungsi keluarga (reproduksi, ekonomi, sosial, protektif, rekreatif, afektif, eduktif, relijius) yang menjadi ciri keluarga ideal, menjadi hal yang langka. Mengapa begitu mudahnya suami istri melakukan kriminalitas? hanya demi mendapatkan kecukupan ekonomi dan kebahagiaan dunia?
Sistem ekonomi liberal, sistem yang membebaskan bagaimana cara memperoleh harta. Sistem yang membolehkan seseorang untuk mendzolimi orang lain, hanya demi pemenuhan kebutuhan hidupnya. Begitu pun mandulnya sistem hukum dalam mewujudkan fungsi sanksi yang menjerakan, dan mencegah pihak lain mengulang kriminalitas, menjadi bagian penting dalam menciptakan tingkah laku pasutri yang abnormal.
Negara Soko Guru Ketahanan Keluarga
Keluarga adalah institusi terkecil dalam sebuah masyarakat. Jika institusi kecil ini hancur, maka sangat mudah bagi sebuah peradaban manusia, menjadi liar tak terarah.  Oleh karena itu, ketahanan keluarga menjadi bagian penting dalam menopang ketahanan negara. Begitupun negara menjadi soko guru terciptanya ketahanan keluarga.
Delapan fungsi keluarga, tidak akan mungkin bisa dilaksanakan secara sempurna jika negara tidak mendukungnya. Misalnya saja fungsi ekonomi sebuah keluarga. Akan sulit terwujud tanpa bantuan negara.  Ketika masyarakat dibiarkan begitu saja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, negara angkat tangan dalam menyelesaikannya, maka bukan hanya kriminalitas yang menjadi ekses negative akibat sulitnya ekonomi, akan keluar berbagai macam problema yang menghantam ketahanan keluarga. kasus perceraian misalnya.
Data hinga oktober tahun 2016, ada 212ribu Janda baru di Indonesia. Tercatat 315 ribu permohonan cerai diterima dipengadilan agama seluruh Indonesia.  Dari 315 ribu permohonan cerai, sebanyak 224ribu permohonan gugat cerai oleh istri. Itu artinya hampir 80% gugat cerai dari pihak istri.
Meningkatnya angka perceraian 5 tahun terakhir ini (2010-2015) sebesar 59-80 persen (Kementrian agama). Menurut Muharam Marzuki, Kepala Puslitbang, dari 2 juta pasangan yang menikah, sebanyak 15-20 persen bercerai. Adapun alasan tertinggi perceraian adalah masalah ekonomi, apakah itu suami kurang menafkahi atau income istri lebih tinggi daripada suami.
Tentu peran negara sangatlah besar terrhadap ekonomi keluarga. Negara seharusnya memberikan pemahaman bahwa yang berkewajiban mencari nafkah adalah ayah. Ketika ibu turut andil dalam membantu perekonomian keluarga dan mengabaikan kewajiban utamanya, mendidik anak. Hal itu bertentangan dengan fungsi keluarga dan akan menimbulkan permasalahan baru, yaitu anak terabaikan. Namun yang terjadi saat ini, justru negara mendorong para ibu untuk membantu perekonomian keluarga, sebagai contoh program PEP (Pemberdayaan  Ekonomi Perempuan) .
Bukan hanya memberikan pemahaman, negara juga wajib menyediakan program dan sarana pelatihan agar individu-individu yang wajib mencari nafkah, menjadi  terampil. Negara membuka lapangan pekerjaan seluas - luasnya untuk para ayah, bukan untuk para ibu. Permodalan dan pengembangan akses usaha yang mudah, termasuk negara harus mengawasi praktek curang dalam dunia usaha.
Ketika negara sudah memfasilitasi dan mendukung tercapainya fungsi ekonomi keluarga dan ketujuh fungsi lainnya, niscaya tidak akan merebak kasus pasutri yang melakukan kriminal seperti saat ini. Sistem negara yang kuat adalah negara yang mampu menyelesaikan permaslahan tanpa menimbulkan masalah yang baru disisi lain.
Sistem demokrasi yang berasakan sekuler, mencari solusi dalam setiap permasalahnnya hanya dengan akal manusia yang terbatas, ditambah sudut pandang  yang pragmatis menyebabkan ketahanan negara dalam sistem ini rapuh bak sayap kupu-kupu. Hanya syariat Islam dalam bingkai Daulah Khilafah yang mampu menjadikan negara soko guru dalam merealisasikan delapan fungsi keluarga. Hingga tercipta ketahanan keluarga.

Kanti Rahmillah , S.T.P, M.Si

2016


Kedzoliman Penguasa dan Media terhadap Suara Umat ISlam

411, menjadi angka yang akan selalu di ingat sepanjang sejarah Indonsia. Pada hari itu, 4 november 2016, telah terjadi aksi damai oleh 2 juta lebih kaum muslim Indonesia. Mereka hadir untuk membela agama Allah. Surat Al maidah ayat 51, menjadi saksi terlukanya hati seluruh kaum muslim, karena ayat sucinya dihina oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang kebetulan keturunan cina, menjabat sebagai gubernur DKI dan beragama nasrani. Dan ini bukan masalah SARA, karena siapapun yang menghina Al Quran maka reaksi kaum muslim akan sama.

Tuntutan mereka cuma satu, menuntut proses dan penegakan supremasi hukum atas kasus Ahok. Namun sampai tulisan ini dibuat pemerintah masih belum menunjukan sikap tegasnya. Jangan heran jika rencana Aksi bela Al Quran jilid 3 tanggal 25 november 2016 yang jumlahnya diprediksi akan semakin bertambah, menjadi momok yang harus di waspadai oleh pemerintah. Pertanyaannya, akankah tuntutan kaum muslim dikabulkan, Ahok diadili?

Terlepas dari pembahasan ahok ditangkap atau ahok bebas, ada setidaknya 2 hal yang menarik dalam kejadian ini, yaitu sikap penguasa dan sikap media yang seperti saudara kembar.

Sikap Penguasa

Kemana JOKOWI? Aksi Bela Al Quran 411 sudah jauh-jauh hari di beritakan. Seluruh media terlibat dalam pengopinian aksi damai tersebut. Namun apa yang dipilih Jokowi pada tanggal tersebut, sungguh tidak mengenal skala prioritas. Jokowi lebih memilih untuk meninjau proyek kereta di Bandara Soekarno-Hatta daripada menemui para demonstran. 

Kericuhan kecilpun terjadi selepas waktu solat isya, lantaran Bapak Presiden tidak kunjung datang. Padahal, Jokowi dimata media dicitrakan menjadi presiden yang ramah, low profile, sering ‘blusukan’ , senang menerima banyak tamu dari semua kalangan. Mulai dari pelawak hingga pelaku pembakaran masjid di Tolikara saja di sambut hangat oleh Jokowi. Sungguh miris,  jutaan umat hadir di depan istana, mereka tak diberikan apresiasi oleh presidennya.

Ketidakhadiran Jokowi merupakan bentuk abainya seorang penguasa pada aspirasi rakyatnya. Sikap Jokowi telah menjadi bumerang bagi karir politiknya. Kaum muslim se-Indonesiia merasa dilecehkan, dan opini bahwa Jokowi mengintervensi kasus ahok semakin jelas terlihat kebenarannya.
Pertanyaannya, mengapa Jokowi seolah-olah ingin melindungi Ahok? Padahal yang digugat oleh umat adalah sikap Ahok yang menistakan Al-Quran. Apa hubungannya Jokowi dengan Ahok? 

Ahok tentunya sangat dekat dengan pengusaha, sebut saja kasus Penggusuran Kalijogo. Menurut Direktur Utama PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, perusahaannya mengeluarkan Rp 6 miliar atas permintaan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk membiayai penggusuran kawasan prostitusi Kalijodo di Penjaringan, Jakarta Utara, akhir Februari lalu (Tempo.co). Dari sini bisa kita pastikan Ahok sangat dekat dengan pengusaha.

Begitulah alam kapitalisme. Penguasa adalah pelayan konglomerat, bukan pelayan rakyat. Penguasa adalah tameng untuk langgengnya perusahaan-perusahaan besar penjajah bangsa. Penguasa tidak bisa bertindak secara mandiri, karena sejatinya dia hanyalah boneka yang digerakan oleh sejumlah kepentingan. 

Sikap Media 

Setali tiga uang dengan penguasa, sikap media mainstream pun tak kalah ironinya. Media sekuler dan media barat seolah bersekongkol dalam mencitraburukan Aksi Damai 411. Seperti Headline Harian Media Indonesia yang juga group Metrotv, yaitu “Aktor Politik dibalik kericuhan”. Setitik diberitaka besar, padahal aksi ricuh hanya sebentar dan terjadi di malam hari. Apalagi kejadian ricuh ini sudah diklarifikasi oleh Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo, bahwa ini murni dilakukan oleh provokator yang bukan berasal dari peserta aksi.

Bukan hanya kericuhan yang di blow up, tuduhan aksi ditunggangi pun keluar dari mulut media, sebut saja harian Kompas dalam headline nya menyebutkan “Presiden: Aktor Politik menunggangi”. Pernyataan presiden yang tidak hadir di tempat kejadian dan secara premature menuduh peserta aksi ditunggangi, malah dijadikan headline. Padahal, peserta aksi yang hadir murni didorong oleh hati nuraninya. Apalagi dalam sejarah politik Indonesia, partai politik mana yang bisa menghadirkan jutaan demonstran?

Begitupun media luar, CNN memberitakan peserta aksi hanya 200ribu. Dalam artikelnya BBC menaksir unjuk rasa 411 diikuti oleh 50rb orang. Padahal Masjid Istiqlal Jakarta yang merupakan masjid terbesar seasia tenggara, tidak mampu menampung seluruh demontrran. 

Tak ketinggalan, isu bahwa aksi ini disusupi oleh ISIS atau agenda Khilafah. Majalah TIMES, mengutip TITO, menyebutkan bahwa, kelompok yang berafiliansi ISIS kemungkinan akan menyusup pada aksi 4 November. Tak tertinggal koran Australia, Sidney Morning Herald, menurunkan judul "Jakarta protest: Violence on the streets as hardline Muslims demand Christian governor Ahok be jailed" ("Demonstrasi Jakarta: Kekerasan di Jalanan Ketika Garis Keras Muslim Menuntut Gubernur Kristen Ahok Dipenjara"). 

Sistem demokrasi, yang dalam teorinya kebebasan berpendapat menjadi salah satu asasnya. Namun faktanya, demokrasi telah membungkan aspirasi yang bertentangan dengan penguasa saat ini. Memplintir fakta, dan menjadikannya sejalan dengan opini mereka.

Media adalah pilar keempat dalam demokrasi. Dia adalah alat untuk menyampaikan gagasan penguasa kepada rakyatnnya. Jadi wajar jika media menampilkan berita “bohong” kepada umat, agar masyarakat sejalan dengan keinginan penguasa. Sikap media dan penguasa saat ini seolah “kompak” dalam mencitraburukkan Islam.

Berbeda dengan Islam. Islam memposisikan Penguasa adalah sebagai pelayan umat, umat mencintai pemimpinnya, begitupun pemimpinnya mencintai seluruh umatnya. Sehingga proses amar makruf (baca: Aksi damai umat pada penguasa) diantara keduanya  berjalan harmonis. Pemimpin menjadi garda terdepan dalam melindungi kitab Al Quran, bukan melindungi yang menistakan Al Quran.

Begitupun media, Media hadir untuk mengkondisikan Jawil Iman (kondisi keimana) masyarakat, menyebarkan syiar kebenaran bukan kebohongan, media menjadi alat untuk semakin kokohnya syariat Islam di tubuh negara. Tentu, hal ini hanya bisa terwujud dalam sebuah sistem Khilafah. Sistem Islam yang mampu menebarkan rahmatan lil alamin. [VM]

Kanti Rahmillah, S.T.P, M.Si

http://news.visimuslim.org/2016/11/kezaliman-media-dan-penguasa-terhadap.html
2016

Mahasiswa, Kaum Intelektual Pembangun Peradaban Mulia

Adalah sebuah bencana besar, ketika para intelektual bungkam tehadap permasalahan umat, yang nyata terjadi didepan matanya. Dan hari ini kita menyaksikan itu semua. Pemuda yang diharapkan menjadi penerus bangsa, kini sibuk dengan urusannya masing-masing. Selagi kuliah mereka sibuk belajar mengejar indeks prestasi, setelah lulus sibuk  mengejar karir dan kebahagiaan dunia. Makna sukses dimata mereka adalah jika setelah mereka lulus, mereka mendapatkan pekerjaan di tempat yang bonafide dan mempunyai keluarga yang bergelimang harta, rumah dan mobil mereka siapkan untuk mengisi kebahagiaan dunianya.
Di sisi yang lain, pemuda yang tidak berkesempatan duduk di bangku perkuliahan, atau mereka yang kurang suka dengan aktivitas belajar –walau statusnya mahasiswa. Mereka asik memanjakan diri mereka sendiri. lihat saja narkoba, miras, video porno, game online, geng motor, dan masih banyak lagi aktivitas mubajir dan mudorot lainnya, menjadi tempat berlabuh mereka. Mereka merasa akan gagal dimasa depan, gagal mendapatkan pekerjaan bonafit, gagal mempunyai rumah dan mobil mewah, merasa gagal untuk bahagia – definisi mereka. Akhirnya mereka melakukan aktivitas, yang jangankan bermanfaat untuk umat, apalagi untuk akhirat, bermanfaat untuk dirinya saja tidak.
Menurut kemdikbud, data statistik Jumlah kampus di indonesia meningkat, secara otomatis jumlah mahasiswanya pun meningkat. Berarti semakin banyak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berpendidikan. Jumlah sarjana, magister dan dokter terus meningkat. Ribuan karya ilmiah dihasilkan tiap tahunnya. Belum lagi kita menyaksikan, tidak sedikit anak bangsa yang memboyong piala-piala kometisi setingkat dunia. Sungguh membanggakan.
Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan SDA (Sumber Daya Alam) nya. Secara logika sederhana, sebuah negara yang memiliki SDA dan SDM yang melimpah, akan menjadi negara yang maju. Namun apa yang terjadi dengan negara kita?
Sungguh miris, hampir seluruh SDA strategis dikuasai oleh asing. Lihat saja, Freeport milik Amerika Serikat, pasca pengesahan Undang –undang no 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) . Pada 7 April 1967, pemerintah Indonesia melakukan penandatanganan kontrak izin eksploitasi tambang di Irian Jaya dengan Freeport. Itu berarti, Freeport  sudah mengeruk emas dan tembaga di negeri kita berpuluh-puluh tahun.
Jelas, sangat merugikan negara. Coba saja jika tambang emas di Mimika Irian Jaya ini dikuasai negara, Indonesia sudah tidak harus berhutang dalam memenuhi anggaran belanjanya.  Karena menurut  majalah Mining In­terna­tio­nal,  tambang emas Freeport di Papua ini adalah tambang emas terbesar didunia. Dan anehnya kontraknya diperpanang sampai 2041. Itu baru Freeport, masih banyak perusahaan-perusahaan asing yang bercokol di Indonesia. Lantas dimana para intelektual Indoneisa?
Ada, mereka ada di Freeport, Chevron, Exxonmobil,  dan perusahaan-perusahaan asing lainnya yang bertengger di negeri ini. Namun bukan sebagai pengelola yang mengabdikan ilmunya untuk membangun bangsa dan mensejahterakan rakyat Indonesia. Mereka disana, mendedikasikan ilmunya untuk kebahagiaan mereka sendiri. Gaji puluhan juta per bulan, mereka dapatkan dengan menjadi ‘jongos’nya perusahaan asing. Mereka tidak peduli SDA nya dikeruk oleh asing, rakyat hidup sengsara, yang mereka pedulikan hanya kebahagiaan diri dan keluarganya. Resmi lah para intelektual kita menjadi sekrup kapitalisme. Menjadi budak di negeri sendiri.
Hilangnya Potensi dan Peran Penting Para Intelektual
Potensi pemuda sangatlah besar, mereka adalah tumpuan masa depan yang akan mewarisi peradaban. Yang akan memimpin bangsa. Namun sayang sekulerisme-kapitalisme mencabut potensi besar mereka. Seharusnya mereka lah yang lantang bersuara menentang “penjajahan” oleh perusahaan asing , bukan malah mendulang manfaat akan keberadaan mereka di negeri ini.
Harusnya mereka, kaum intelektual yang mengelola SDA negeri ini yang berlimpah, agar manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, bukan malah menjadi sekrup-sekrup kapitalisme yang justru melanggengkan keberadaan mereka di negeri ini. Lihatlah siapa yang menyusun dan mengesahkan UU Penanaman Modal, UU Migas, UU Ketenagalistrikan, UU Sumber Daya Air. yang menyengsarakan rakyat? Semua itu adalah hasil karya para intelektual Indonesia.
Mengapa mereka bisa tega menggadaikan negerinya dan menghamba pada tuan-tuan kapitalis (pemilik perusahaan asing) yang telah nyata menjajah negeri kita? ini adalah problem sistemik dan rekayasa terstruktur.
Pasca runtuhnya kekuasaan Islam, Daulah Khilafah Islam di Turki Utsmani, ide sekulerisme  (pemisahan agama dengan kehidupan yang disambut dengan pemisahan agama dengan negara) semakin eksis dan di emban oleh banyak negara, tak terkecuali negeri-negeri muslim. Sistem pemerintahan yang sekuler, tentu berdampak pada sistem pendidikan yang sekuler.
Sistem pendidikan sekuler, mengabaikan pendidikan agama. Padahal dalam pandangan Islam, pendidikan awal bagi anak-anak adalah pendidikan agama. Setelah pendidikan agama (aqidah) sebagai pondasi telah kuat, barulah mereka menempa dirinya dengan pendidikan yang bermanfaat untuk umat. Seperti kebanyakan negara-negara lainnya,  sistem pendidikan Indonesia pun berbasis sekuler.
Sehingga ilmu yang didapat di sekolah tidak berbanding lurus dengan ketakwaanya. Jadi jangan heran, jika kita melihat orang pintar, menggunakan ilmunya untuk berbuat kerusakan. Misalnya, meretas sistem keamanan bank. Yang melakukan ini tidak mungkin orang yang berpendidikan rendah. Minimal mereka mengetahui ilmu IT (teknologi informasi).  Lantas kenapa mereka melakukan ini?tentu, karena agamanya di pisahkan dengan kehidupannya, agamanya disimpan rapat di kehidupan pribadinya atau bahkan dibuang. Tindakan mereka tidak didasarkan pada boleh tidaknya oleh syariat. Yang  mereka lakukan murni atas kepentingan hawa nafsunya.
Akibat sekuler pula, menurut Fika Komara, cara berfikir kaum intelektual menadi sektoral, parsial kebidangan, dan apolitis. Akhirnya kaum terpelajar menjadi terpisah dengan umat. Mereka sibuk dengan kepentingan yang berputar pada individunya. Mereka sulit memahami persoalan umat.
Sekularisasi ini terus berestafet dengan ideologi kapitalisme yg menjadi peran utama dalam dunia pendidikan saat ini. Hasilnya, tujuan pendidikan hanya sebatas materi. Bisa dilihat, para mahasiswa sekarang memandang perguruan tinggi adalah satu jalan menuju ‘kesuksesaan’ ala mereka. Sehingga wajar jurusan-jurusan yang “mudah mengalir uang” menjadi jurusan yang banyak diminati. Mahasiswa hari ini mencari jurusan bukan karena passion atau karena jurusan ini sangat bermanfaat buat umat, namun mereka memilih jurusan dan perguruan tinggi, yang memudahkan mereka untuk diterima diprusahaan-perusahaan bonafide. Mereka tidak peduli apakah perusahaan itu merugikan negara atau kah tidak. Sekali lagi ini adalah pengkerdilan potensi pemuda.
Iniilah yg disebut oleh Proff James Duderstadt, yaitu era keberlimpahan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun tidak mampu menjawab krisis kemanusiaan, krisis ekonomi, krisis moral, krisis politik dan krisis generasi. alias era kegagalan, karena manusia terus menerus memproduksi ilmu pengetahuan ,namun  terus menerus pula memproduksi krisis.

Mahasiswa Mulia dalam Pandangan Islam
Description: Image result for al mujadilah ayat 11

Allah akan menganngkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat. Allah maha mengetahui atas apa-apa yang kalian kerjakan” (QS Al Mujadilah , ayat 11)
Dalam tafsir Al Jalalain dijelaskan bahwa, diakhir ayat diterangkan bahwasannya  Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman, yang taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, berusaha menciptakan suasana damai, aman dan tenteram dalam masyarakat, demikian pula orang-orang yang berilmu yang menggunakan ilmunya untuk menegakkan kalimat Allah.
Dari ayat ini dipahami bahwa orang-orang yang mempunyai derajat yang paling tinggi di sisi Allah ialah orang yang beriman, berilmu dan ilmunya itu diamalkan sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Allah SWT menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui semua yang dilakukan manusia, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya, siapa yang durhaka kepada-Nya. Dia akan memberi balasan yang adil, sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Perbuatan baik akan dibalas dengan surga dan perbuatan jahat dan terlarang akan dibalas dengan azab neraka.
mahasiswa adalah pemuda dan orang yang berilmu, berbahagialah dan bersyukurlah karena kita diberikan oleh Allah kesematan untuk bisa mengenyam pendidikan yang melebihi rata-rata orang Indonesia -Perguruan tinggi.  Lantas seperti apa karakteristik mahasiswa yang sesuai dengan ayat Allah? pertama mahasiswa harus mempunyai kepribadian Islam, apa yang dia fikirkan dan apa yang dia lakukan haruslah berporos pada Islam. Begitupun mahasiswa haruslah cerdas dan peduli dengan umat, karena orang cerdas akan mampu menyelesaikan permasalahan umat. Selanjutnya mahasiswa haruslah lantang menyuarakan kebenaran, karena sesungguhnya ini adalah jalan kebaikan. Terakhir mahasiswa haruslah menjadi garda terdepan dalam membangun peradaban Islam. karena dengan tegaknya peradaban Islam, cahaya Islam akan mampu menyinari seluruh pelosok dunia.
Mari kita tengok para pemuda intelektual muslimah dan kiprahnya bagi dunia. Pertama, Maryam Ijliya al Asturlabi, seorang perempuan astronom yang dijuluki “ Al-Asturlabi” karena memiliki kontribusi luar biasa dalam Astrolab (sebuah alat penting dalam navigasi astronomis). Ada juga Fatimah Al Fihriy, muslimah asal Tunisia yang mendirikan Universitas Al Qarawiyyin sebagai kampus tertua dan pertama didunia. ada juga Muhammad Al faith yang mampu menembus benteng romari. yang dengannya islam masuk ke belahan eropa.
Tentunya, karakter pemuda di atas  akan sulit kita temukan dalam sistem saat ini -sekulersime kapitalisme. Pemuda terbaik akan dihasilkan dari sistem yang terbaik yang pernah ada di dunia, yaitu sistem Islam. Islam ketika diterapkan dalam sebuah sistem negara – Daulah Khilafah Islamiah, akan mampu melahirkan banyak intelektual muda yang hadir untuk menyelesaikan permasalahan umat. Wallahu Ta’ala A’lam.


Kanti Rahmillah, S.T.P, M.Si

Makalah Konferensi Intelektual Muslimah Purwakarta 2016

Kisruh daging sapi, bukti lalainya pemerintah

Tak ada jalan lain, akhirnya pedagang daging sapi pun mulai mogok jualan. Lonjakan harga daging sapi hingga 140 ribu rupiah/ kg, membuat konsumen lebih memilih mengganti protein keluarganya dengan ayam, telur,tempe dll. Bukan hanya pedagang daging yang dirugikan dengan tingginya daging sapi. Begitupun penjual baso, rumah makan padang dan pedagang-pedagang kecil lainnya yang berbahan dasar daging sapi, mereka berebut daging sapi yang langka dan mahal. Semakin mereka mendapatkan keuntungan yang minim, semakin terancamlah perekonomian mereka.
Kenaikan harga daging sapi menjelang romadon dan idul fitri adalah hal yang wajar, karena secara fakta demand (permintaan) akan pangan tersebut naik drastis. Namun menjadi tidak wajar ketika pasca lebaran harga semkain naik. Padahal permintaan akan daging sapi sudah turun. Artinya disini, permasalahannya terletak pada supply (penawaran) nya bukan demandnya.
Pemerintah dengan program swasembada pangannya, berusaha agar kran impor sedikit demi sedikit diturunkan. Untuk kasus daging sapi, pemerintah memangkas kuota impor daging sapi sampai 50 ribu ton dari 270 ribu ton pada periode sekarang. Wal hasil, lonjakan harga pun terjadi. Dr. Hendri Saparini, direktur executive core Indonesia dalam program perspektif ekonomi menilai bahwa lonjakan ini terjadi akibat pemerintah menurunkan kuota impor, sehingga muncul ekspektasi akan ada pengurangan stock daging sapi, inilah yang menyebabkan spontan harga di pasar naik.
Walaupun pemerintah sudah mengatakan bahwa pasokan daging sapi dalam negeri sudah mencukupi dari peternak lokal, namun pedagang bersikeras menganggap pemeritah berbohong, karena faktanya dijakarta pasokan daging 99% dari impor, sisanya 1 % dari bali. Sehingga jika impor tidak ada, daging sapi pun tidak ada (Jitunes.com). Menurut Hendri perbedaan data inilah yang menyebabkan para spekulan memainkan harga. Maka dari itu pemerintah harus lebih serius mendata apakah benar pasokan daging dalam negeri mencukupi kebutuhan?
Penyebab Lonjakan Harga Daging Sapi
Setidaknya ada dua penyebab utama kelangkaan pasokan daging sapi, yang menyebabkan naiknya harga daging sapi saat ini. Pertama, dugaan adanya permainan harga yang dilakukan para importir dan eksportir daging sapi. Pasalnya merekalah pihak yang paling dirugikan, dengan adanya penurunan kuota impor, mereka kehilangan omset triliunan rupiah.
Hitungan sederhananya : Jika harga 1 ekor sapi Australia + pengapalan, dll = Rp 10 juta, maka eksportir itu kehilangan potensi omset sebesar (270 ribu - 50 ribu) x Rp 10 juta = Rp 2,2 triliun setiap kuartal. Berarti total hilangnya omset dalam 1 tahun = Rp 2,2 triliun x 4 = Rp 8,8 triliun. Angka yang fantastis!
Adapun cara importir mempermainkan harga yaitu dengan menahan sapi siap potong. Terbukti beberapa feedloter setelah digerebek Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri , menimbun ratusan sapi siap potong. Ditemukan 4 ribu ekor sapi siap potong, namun oleh pemiliknya dibiarkan (Gresnes.com). Padahal secara economis ketika sapi telah siap potong diperlama umurnya, akan menyusut bobotnya, itu artinya mereka akan mendapat kerugian.
Penyebab kedua atas kelangkaan pasokan daging sapi ini adalah kelalaian pemerintah yang tidak mampu melayani masyarakat dengan menyediakan kebutuhan daging sapi yang cukup dan terjangkau. Sampai saat ini tekhnologi peternakan sapi di Indonesia masih kalah jauh dibandingkan negara-negara produsen sapi dunia.
Begitupun distribusi yang buruk, dapat menghambat sampainya sapi dari sentra produksi menuju sentra konsumsi. Buruknya infrastruktur dan juga pungli yang membuat harga sapi lokal lebih mahal dari pada sapi impor, hal demikian membuat peternak sapi kurang ‘bergairah’ dalam beternak sapi. Sebagai contoh pengangkutan sapi dari pulau bali dan Lombok lewat darat, akan menemui paling sedikit 20 titik pungutan baik legal ataupun tidak. Padahal jika pemerintah serius mengurus distribusinya, rantai yang panjang ini akan dengan mudah dipangkas, dengan pembelian kapal pengangkut misalnya.
Sebenarnya, poin pertama yaitu adanya permainan harga dari importir dan eksportir adalah juga bentuk lalainya pemerintah. Seharusnya pemerintah mampu mengantisipasi perbuatan curang para importir yang menyebabkan kelangkaan pasokan daging sapi. Begitupun terkait eksportir sapi, seharusnya pemerintah mempunyai kedaulatan atas ketersediaan daging sapi sehingga tidak mudah disetir negara lain.
Tanggung Jawab Pemerintah
Memang akhirnya, penguasalah yang paling bertanggung jawab akan tersedianya pangan bagi warganya. Dalam perspektif Islam, tugas penguasa adalah mengurusi urusan umat. Penguasa harus menjamin ketersediaan dan keterjangkauan kebutuhan pangan tiap individu, karena pangan adalah salah satu kebutuhan pokok yang harus dijamin negara.
Ketersediaan pangan adalah tersedianya stok pangan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Dengan kata lain, kemandirian produksi harus tercipta. Ketergantungan kebutuhan pokok pada negara lain harus diputus. Walaupun impor diperbolehkan, namun jangan sampai ketersediaan pangan bergantung pada impor. Karena hal ini yang akan mengakibatkan kedaulatan pangan dalam negeri terancam.
Oleh karena itu, sebenarnya kebijakan pembatasan kuota impor oleh pemerintah saat ini, guna memenuhi target swasembada pangan sudah tepat. Namun tentunya harus diimbangi dengan kebijakan lainnya seperti pembinaan terhadap peternak lokal baik dari sisi pemodalan ataupun  intensifikasi produksi. Bukan mengundang investor asing untuk berinvestasi ternak sapi di Indonesia, seperti yang dilakukan mentri perdagangan dulu.
Adapun keterjangkauan pangan adalah distribusi pangan yang harus serius dikelola oleh pemerintah. Pemerintah harus benar-benar memastikan setiap individu yang menjadi warga negaranya, tercukupi kebutuhan pangannya, termasuk daging sapi. Sayangnya, dalam sistem ekonomi kapitalis, distribusi diserahkan pada harga semata. Padahal tidak semua pihak bisa dan mampu mendapatkan hak nya jika hanya harga yang menjadi distribusinya.
Tanggung jawab pemerintah bukan hanya menyediakan pasokan saja, lebih dari itu pemerintah harus benar-benar memastikan kebutuhan pangan sampai di tiap individu yang membutuhkan.
Namun sejatinya akan sulit menemukan penguasa yang benar-benar memperhatikan rakyatnya dalam sistem demokrasi. Jikapun ada, mereka akan tersandung dengan aturan-aturan yang melindungi sistem ini. Akhirnya wajar jika pemerintahan dalam sistem demokrasi akan menelantarkan umat. Hanya sistem Islam lah yang mampu melahirkan penguasa yang benar-benaar mengurusi umatnya. sistem ini terbukti kuat dan mampu mensejahterakan warganya. Daulah Khilafah Islamiyah. wallahualam


Kanti Rahmillah, S.T.P, M.Si

www.detikislam.com

Gizi buruk Balita, Akibat Neoliberalisme

2015, Sungguh memprihatinkan, Indonesia menjadi sorotan dunia dalam permasalahan gizi buruk pada balita. Menurut guru besar Universitas Indonesia, prof. Dr. Endang L. Achani, Indonesia termasuk 17 negara diantara 117 negara yang saat ini memiliki 3 masalah gizi buruk (stunting, wasting dan overweight),  tak hanya itu, Indonesia pun termasuk dari 47 negara dari 122 negara yang mempunyai masalah  anemia pada WUS (Wanita Usia subur), begitu pula dengan cakupan 3 intervensi  (IMD, ASI EKSLUSIF, TTD bumil) di Indonesia masih terbilang rendah.
Guru besar UI, Endang, menjelaskan bahwa 9 bulan dan 2 tahun pertama pascalahir, merupakan masa paling penting dalam kehidupan anak. Pasalnya, masa tersebut menjadi penentu kehidupan mereka di masa mendatang. Oleh karena itu gizi balita pada masa tersebut harus sangat diperhatikan oleh orang tuanya. Bila terjadi kekurangan qizi pada masa tersebut, akibatnya bisa permanen.
Akibat permanen tersebut, menurut  dr Rachmat Sentika (IDAI), yaitu gangguan pada tumbuh kembang otak, yang berakibat pada ketidaksempurnaan dalam berfikir, yang diakibatkan rusaknya organ otak. khusus bagi perempuan, setelah dia dewasa dan hamil, bisa mengakibatkan janin yang dikandungnya pun ikut bermasalah . Lebih jauh, gizi buruk pada balita sangat berpengaruh terhadap masa depan bangsa dan peradaban manusia.
Apa yang Salah ?
Menurut riset kesehatan dasar secara nasional, 2 dari 10 balita di Indonesia masih mengalami gizi buruk, yang dapat menghantarkan pada kematian. siapa yang bertanggungjawab?
Angka Gizi buruk merangkak naik seiring dengan naiknya angka kemiskinan, hal ini menandakan gizi buruk sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Akibat harga pangan pokok melambung, warga miskin semakin sulit mendapatkan pangan bergizi. Keterbatasan akses mereka terhadap pangan, mengakibatkan balita, begitu juga orang dewasa mengalami gizi buruk yang memprihatinkan.
Kasus gizi buruk yang meningkat, harus dianalisis bukan dari aspek kesehatan saja, karena aspek lain justru lebih banyak pengaruhnya. Seperangkat fasilitas medis dan edukasi yang diprogramkan pemerintah tidak cukup dalam menyelesaikan permasalahan gizi buruk. Buat apa dibuat banyak posyandu yang memberikan pelayanan kesehatan dan eduksi gizi, jika keterbatasan warga miskin pada pangan bergizi tidak diperhatikan.
Sistem Neoliberalisme Mencengkram Indonesia
Sistem neoliberalisme yang menjadi basis perekonomian kita, diakui atau tidak telah merenggut hak hak warga untuk hidup sehat, apalagi sejahtera dan bahagia. Hasil sumber daya alam dan energy indonesia yang seharusnya bisa memenuhi kebutuhan warga, malah diobral ke pengusaha asing, lihat saja pemerintahan hari ini mencabut subsidi BBM, menaikan TDL, kebijakan tariff terhadap produk-produk impor dihilangkan dll.
Oleh karena itu, permasalahan gizi buruk bukan hanya permasalahan kesehatan pada balita saja, tapi lebih kompleks, ini adalah permasalahan turunan dari permasalahan pokok, yaitu diterapkannya sistem ekonomi bebas yang menghilangkan peranan pemerintah dalam melindungi warganya.
Sistem neolib yang menyebabkan kesengsaraan yang tidak berkesudahan ini, menjadikan penguasa hari ini tunduk pada pengusaha yang memiliki modal. Bukan lagi menjadi pelayan rakyat yang mengurusi rakyat, hingga rakyat tidak ada yang merasa terdzolimi.
Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang lahir dari sistem pemerintahan berbasis syariat Islam. Ketentuan aturannya mengharuskan penguasa menjadikan rakyat sebagai tuan yang harus dipenuhui kebutuhannya. Sumber daya alam juga energi yang dikelola, haruslah sebaik mungkin dan diperuntukan seluruhnya bagi warganya. Begitupun Keterbatasan pangan yang ditandai dengan harga fluktuatif mampu dikendalikan dengan tidak bergantung pada dollar.
Ketika seluruh rakyat nya sudah terjamin kebutuhan pokonya, akses pada pangan bergizi menjadi hal yang mudah. tidak akan ada lagi kasus gizi buruk yang diakibatkan oleh kemiskinan.
Namun hal demikian akan sulit jika keberadaan sistem yang diterapkan saat ini masih bersisitemkan demokrasi, bukan Islam. Undang-undang atau aturan yang dipakai adalah aturan yang lahir dari suara mayoritas, bukan syariat. Padahal syariat islam menjamin kebutuhan pokok seluruh warga tanpa kecuali. Merupakan dosa besar bagi penguasa yang lalai terhadap amanahnya, yaitu mengurusi umat. Tentunya penguasa yang amanah hanya akan lahir dari sistem yang benar, yaitu sistem Khilafah. Wallahuamalam

Kanti Rahmillah, S.T.P, M.Si

Muslimah Hizbut Tahrir

24 April 2015
www.islampos.com

Reportase FORMUDA PURWAKARTA

PEREMPUAN DALAM JEBAKAN NEOLIBERALISME DAN FEMINISM
(Telaah Kritis Fenomena Rusaknya Institusi Keluarga dalam Perspektif Islam)

Oleh: Kanti Rahmillah

HTI Press. Purwakarta. Ahad, 26 April 2015, lebih dari 200 peserta dari berbagai kalangan di purwakarta, antusias mengikuti FORMUDA (Forum Muslimah Untuk Peradaban). Acara ini diselenggarakan oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Purwakarta. Bertempat di Aula Yasri SMK FARMASI Purwakarta dengan tema “Perempuan dalam Jebakan Neoliberalisme dan Feminisme (Telaah Kritis Fenomena Rusaknya Institusi Keluarga dalam Perspektif Islam)”.
Hadir sebagai pembicara pertama Ustadzah Pratma Julia Sundari, Lajnah Siyasi DPP MHTI, dalam pemaparannya menyampaikan bahwa Indonesia dipaksa menggunakan Ideologi dan Sistem Kapitalisme.  Diawali dengan kontrak kerja pada zaman Soeharto hingga saat ini, Indonesia menjadi negara yang siap dieksploitasi SDA dan SDM nya.
Dampaknya kemiskinan mendera rakyat Indonesia. Akibat kemiskinan, Indonesia dengan sukarela mengadopsi program-program yang ditawarkan barat, termasuk di dalamnya feminisme. Lebih jauh Pratma menyampaikan bahwa akibat paling berbahaya dari mobilisasi perempuan bukan hanya pada hancurnya keluarga, namun juga kehancuran peradaban.
Pembicara kedua Ustadzah Sulistiawati Usman, Lajnah Khusus Mubaligho MHTI DPD I JABAR, menyampaikan bahwa perempuan akan mulia dalam dekapan Allah SWT. Sulistiawati pun menyampaikan bahwa Islam telah mengatur perempuan sesuai dengan kodratnya, namun sistem kapitalisme yang ada menjadikan perempuan keluar dari kodratnya. Padahal sistem Islam yang paripurna menjadikan perempuan dengan perannya yang unik (sebagai anak, isteri, anggota masyarakat dan ibu) tentu yang utama sebagai hamba Allah, menjadikan peran utama perempuan sebagai arsitek generasi pemimpin peradaban Islam.

Oleh karena itu, memperjuangkan Syariah Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah adalah sebuah keharusan. Sulis pun menyampaikan bahwa metode yang digunakan agar Khilafah benar benar terwujud harus lah sesuai dengan metode Rasulullah. Adapun tahapannya tasqif, tafa’ul ma’al ummah dan istilam al hukmi dengan dukungan ahlun nusroh. (KR)

file:///D:/media%20MHTI%20cepot/bacapdf.com_perempuan-dalam-jebakan-neoliberalisme-dan-feminisme.pdf

2015

Perempuan dalam jebakan neoliberalisme dan feminisme

Oleh : Kanti rahmillah, M.Si
Belum genap setahun bekerja, corak tata kelola pemerintahan Indonesia semakin menunjukan dengan tegas wajah liberalnya. Hal ini tampak dari kebijakan pemerintah seperti mencabut subsidi BBM, padahal penetapan harga BBM nasional masih mengikuti harga minyak dunia. Tak lama berselang beberapa kebutuhan pokok merangkak naik, seperti TDL, LPG, serta beberapa sembako dan lainnya.
         Kalangan yang menaruh harapan dengan terpilihnya Jokowi mulai menuai kekecewaan.  Namun yang lebih fatal adalah nasib hidup mayoritas rakyat yang semakin buruk, karena tak mampu memenuhi kebutuhan mereka dengan tuntas.  Tentu saja termasuk didalamnya adalah kesulitan hidup yang dialami kaum perempuan.
Kondisi ini mendorong sebagian kaum perempuan khususnya kaum ibu ikut mencari nafkah sebagai solusi untuk mengamankan perut keluarga. Apalagi dengan adanya perdagangan bebas, memudahkan perusahaan asing mendapatkan tenaga kerja yang murah dari kalangan perempuan bukan laki-laki.
Tidak hanya bekerja di sektor industri, para ibu pun rela menjadi pekerja di sektor domestik. ILO memperkirakan jumlah pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia dalam dua tahun terakhir meningkat tajam.  Bahkan untuk sektor ini, para ibu berkorban meninggalkan keluarga dalam waktu lama untuk menjadi buruh migran di negeri orang.
Data Depnakertrans tahun 2008 menunjukkan penempatan TKI di luar negeri setiap tahun berkisar antara 45 ribu sampai dengan 700 ribu selama periode 2005-2008.  Bahkan persentase TKI perempuan meningkat sekitar 77 persen pada 2008. Maka bisa dibayangkan bahwa setelah tahun 2008 jumlah TKW menjadi makin meningkat seiring dengan himpitan ekonomi akibat perdagangan bebas.
Dari sisi lain, faham feminisme disadari atau tidak, telah menjadi faham yang di amini oleh perempuan Indonesia. Buktinya sebagian masyarakat mengangap bahwa perempuan yang berkiprah di ranah publik, derajatnya lebih tinggi dari pada perempuan yang hanya mengurusi urusan domestiknya. Nilai inilah yang membuat perempuan berbondong-bondong keluar rumah untuk mengaktualisasikan dirinya, meninggalkan kewajiban utamanya sebagai ummun wa robatul baiti. demi mengejar eksistensi terhadap dirinya, perempuan rela dieksploitasi.
Dua kondisi diatas, -sistem Indonesia yang Neolib dan nilai feminism– berdampak sama, yaitu ketidakoptimalan peran utama perempuan di rumah. Lebih jauh, hal ini dapat mengakibatkan retaknya institusi keluarga seperti gugat cerai, dan hancurnya generasi seperti kenakalan remaja (freesex, narkoba, dll)
Kondisi ini jelas membahayakan generasi, mereka yang seharusnya memiliki mental pejuang memperbaiki bangsa, malah menjadi ‘sampah’ yang meresahkan masyarakat. Kondisi ini pun telah gagal dalam menempatkan perempuan sebagai insan politis yang peduli terhadap kepentingan masyarakat.  Karena itulah, kaum hawa harus berjuang untuk mengubah sistem Kapitalis yang eksploitatif menjadi sistem Islam yang mensejahterakan.
Sebagai sistem hidup yang sempurna dan paripurna, Islam memandang kepada derajat perempuan, bukan dari seberapa besar kiprahnya di ranah publik, atau seberapa besar gaji yang dia dapat apalagi jabatan yang ia peroleh. Kemuliaan perempuan tercermin dari tingkah lakunya yang sesuai syariat. Syariat Islam tidak menghilangkan sifat kodrati mereka, bahkan justru mengatur peran, posisi dan hak-hak mereka dalam kehidupan, sehingga perempuan tidak terbebani, apalagi dieksploitasi. Islam menjaga peran perempuan pada saat mempercayakan perwalian kepada kaum laki-laki. Pembagian peran itulah yang mampu menjamin hak-hak ekonomi mereka, termasuk menjamin kebutuhan finansialnya setiap saat.
Keindahan Islam hanya bisa dirasakan bila diterapkan dalam sistem berdaulat bernama Khilafah Islamiyyah.  Ibarat payung, Khilafah memiliki seperangkat sistem yang mampu melindungi dan mensejahterakan perempuan. Bila diterapkan, Khilafah secara tegas mencegah eksploitasi perempuan.  Sistem yang diterapkan mampu memutus penjajahan ekonomi, menjamin kebutuhan setiap warganegara, hingga memastikan pencapaian kesejahteraan masyarakat termasuk perempuan. 


www.islampos.com
27 Maret 2015

Khilafah Utsmani Lindungi Hak-hak Perempuan

Oleh : Kanti Rahmillah, M.Si
SYARIAT Islam mengekang kebebasan perempuan”, “Syariat Islam mencabut hak hak yang seharusnya ada dalam tubuh perempuan”, “Syariat Islam mendeskriditkan perempuan” . Itulah tuduhan miring yang biasa kita dengar dari para pegiat gender. Namun sesungguhnya tuduhan miring tersebut merupakan ironi besar tanpa kejelasan fakta.
Banyak dari penulis barat telah menyerang status perempuan di bawah sistem Islam, dengan menggambarkan bagaimana kehidupan perempuan yang nestapa di era Khilafah Utsmani. Salah satu opini yang sudah melekat dan menjadi keyakinan umum yang berkembang di beberapa wilayah dunia barat dan muslim adalah, bahwa penerapan hukum syariah menyebabkan hak milik perempuan terenggut,mengabaikan kemampuan perempuan untuk bekerja dan mendapatkan uang sendiri, apalagi mengelola dan mengendalikan setiap kekayaan mereka sendiri.
Dalam tulisan ini akan dipaparkan bukti otentik, yang mampu membantah dengan mudah kekeliruan pandangan mereka. Tercatat dalam pengadilan Khilafah Utsmani,bagaimana status ekonomi perempuan dibawah kekuasaan Islam, bagaimana hak – hak ekonomi dasar perempuan yang diberikan oleh syariah, dan bagaimana semua ini diterapkan dan dilindungi oleh institusi pengadilan syariah sebuah negara. Begitu pula jurnal-jurnal Internasional dan studi-studi yang dilakukan oleh penulis muslim akan memberikan gambaran yang akurat tentang hak-hak perempuan di bawah pemerintahan Islam.
Hukum Islam memberikan perempuan hak untuk memiliki sesuatu.Begitupun seorang perempuan memiliki kontrol mutlak atas apa-apa yang dia memiliki.Hal ini dibuktikan dengan adanya pengadilan Syariah di bawah Khilafah Utsmani yang memerintah sesuai dengan al-Quran dan Sunnah.Artinya, salah satu tugas dasar mereka – yang diwajibkan oleh Syariah – adalah “perlindungan perempuan dan hak-haknya”. Para Qadhi (hakim Syariah) menghukumi dengan cara yang menjamin perlindungan hak-hak perempuan menurut Syariah.
Bukti Otentik, Perkara Waris, Mahar dan Nafkah
Catatan pengadilan abad ke-17 dari kota Kayseri di Anatolia, Turki, menunjukkan bahwa pengadilan-pengadilan mempertahankan pembagian warisan yang diberikan kepada perempuan oleh Islam dengan teliti sebagaimana hak properti lainnya.
“Emine binti Haci Musa memiliki pengacara/kuasa hukum Huseyn bin Huseyn: Ketika klien-nya berada di bawah umur, wali-nya Seydi Ahmed menjual rumah-rumah miliknya di distrik Sultan Hamami ke Haci Hasan. Sekarang dia telah cukup usia dan menginginkannya kembali. Pengadilan memutuskan diberikan kepadanya. “(catatan Kayseri 1033 H) (*)
Setelah mempelajari catatan-catatan pengadilan Utsmani dari Bursa, Turki, Haim Gerber, Profesor Sejarah Islam di Universitas Hebrew dan penulis sejumlah buku tentang Sejarah Utsmani, menyimpulkan
“Semua kasus ini jelas menunjukkan bahwa laki-laki di Bursa tidak merasakan adanya kemungkinan untuk memutuskan hak waris perempuan.Bahkan menunjukkan adanya kemampuan perempuan untuk menegakkan hukum waris Islam bukan hanya secara teori, tapi nyata.”
Begitupun terkait waris, seorang perempuan memiliki hak yang sama dalam memberikan dan mewariskan harta benda miliknya seperti halnya sang suami. Perempuan diperbolehkan memberikan seluruh atau sebagian tanahnya untuk waqaf.Perempuan juga dapat memberikan hibah atau hadiah kepada siapapun yang dia inginkan.
Hatice binti Ahmet yang meninggal di distrik Yildririm di Bursa tahun 1500 mewariskan 300 akçe (mata uang Utsmani berupa koin perak). Sitti binti Ahmet yang meninggal pada hari yang sama di distrik Arap mewariskan 6000 akçe , dan Ayshe binti Bali dari distrik Kefin Ignesi mewariskan 700 akçe dari hartanya. Perjanjian-perjanjian tersebut juga termasuk uang untuk Imam yang membaca Qur’an, infaq untuk mesjid dan sumbangan bagi orang-orang miskin.” (III)
Mahar dalam bentuk benda atau uang yang diberikan oleh pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan adalah bagian penting penikahan dalam Islam dan harus dimasukkan ke dalam aqad nikah. Di bawah kekhilafahan Usmani, jika suami menolak untuk membayar mahar kepada istri sesuai jumlah yang telah disepakati, maka suami akan mendapatkan konsekuensi hukum, termasuk hukuman penjara. Dalam sebuah kasus di Bursa, yaitu ketika seorang suami tidak memberikan mahar kepada istrinya seperti yang telah dijanjikan pada saat pernikahan, maka suami dihukum penjara selama 60 hari.
Catatan pengadilan di bawah ini, menyoroti bagaimana perempuan memanfaatkan pengadilan untuk mengamankan hak mahar mereka:
“40 nisfs perak dibayarkan kepada pengantin perempuan Farhana, yang telah menyatakan bahwa telah menerima sebagian, sebagiannya lagi dianggap sebagai mahar yang tertangguhkan (hutang).” (pengadilan Syariah mencatat dari Alexandria, Mesir 1551)
“Fatima, istri dari Almarhum Ahmed Aga, menggunakan pengadilan Istanbul untuk mengklaim hak maharnya dari harta almarhum yang telah disita seluruhnya oleh mertua dan ipar laki-laki Fatima.” (Yediyildiz)
“Ummu Gulsüm binti Abdullah meminta di pengadilan pembayaran atas hutang mahar atas dirinya sebesar 80.000 akçe dari mantan suaminya.” (Yediyildiz)
Nafkah, Islam mewajibkan laki-laki untuk menafkahi istri, anak-anak dan orang tuanya juga saudara yang membutuhkan sesuai dengan kemampuannya. Dalam Khilafah Utsmani, laki-laki diberikan tanggung jawab oleh negara untuk memenuhi kewajiban ini. Kewajiban atas laki-laki untuk menopang keuangan istrinya berlangsung selama mereka menikah ditambah 3 bulan jika bercerai. Dan jika istri mendapatkan hak perwalian atas anak di bawah umur, sang ayah diwajibkan untuk membayar alimentasi untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Kadang-kadang pengadilan bahkan memerintahkan kompensasi tambahan untuk perempuan yang membesarkan anak-anaknya.
“Mehmet bin Veli dan Kamer binti Murat bercerai. Karena anak mereka Osman akan tinggal dengan ibunya Kamer, pengadilan memutuskan pemberian nafkah dari 3 akçe per hari.” (Catatan Pengadilan Ankara, 1583-1584) V)
Dari bukti otentik diatas, dengan sumber yang jelas, kita dapat melihat bahwa di bawah aturan Islam pada masa Kekhilafahan Utsmani hak ekonomi perempuan dilindungi dengan sangat hati-hati dan mereka dapat mengatur dan menghabiskan harta miliknya secara mandiri tanpa tekanan dari suami, keluarga atau negara. Semua hal ini terjamin melalui sistem pengadilan yang kuat dan ini hanyalah salah satu buah yang dinikmati perempuan karena penerapan hukum Syariah atas mereka.
Maka tuduhan miring, bahwa perempuan terenggut hak-hak nya di dalam kekuasaan Islam adalah tuduhan tanpa alasan dan sangat mudah dibantah. Wallahualam.

http://www.mustanir.com/khilafah-utsmani-lindungi-hak-hak-perempuan/

23 Maret 2015