Selasa, 09 Januari 2018

Kisruh daging sapi, bukti lalainya pemerintah

Tak ada jalan lain, akhirnya pedagang daging sapi pun mulai mogok jualan. Lonjakan harga daging sapi hingga 140 ribu rupiah/ kg, membuat konsumen lebih memilih mengganti protein keluarganya dengan ayam, telur,tempe dll. Bukan hanya pedagang daging yang dirugikan dengan tingginya daging sapi. Begitupun penjual baso, rumah makan padang dan pedagang-pedagang kecil lainnya yang berbahan dasar daging sapi, mereka berebut daging sapi yang langka dan mahal. Semakin mereka mendapatkan keuntungan yang minim, semakin terancamlah perekonomian mereka.
Kenaikan harga daging sapi menjelang romadon dan idul fitri adalah hal yang wajar, karena secara fakta demand (permintaan) akan pangan tersebut naik drastis. Namun menjadi tidak wajar ketika pasca lebaran harga semkain naik. Padahal permintaan akan daging sapi sudah turun. Artinya disini, permasalahannya terletak pada supply (penawaran) nya bukan demandnya.
Pemerintah dengan program swasembada pangannya, berusaha agar kran impor sedikit demi sedikit diturunkan. Untuk kasus daging sapi, pemerintah memangkas kuota impor daging sapi sampai 50 ribu ton dari 270 ribu ton pada periode sekarang. Wal hasil, lonjakan harga pun terjadi. Dr. Hendri Saparini, direktur executive core Indonesia dalam program perspektif ekonomi menilai bahwa lonjakan ini terjadi akibat pemerintah menurunkan kuota impor, sehingga muncul ekspektasi akan ada pengurangan stock daging sapi, inilah yang menyebabkan spontan harga di pasar naik.
Walaupun pemerintah sudah mengatakan bahwa pasokan daging sapi dalam negeri sudah mencukupi dari peternak lokal, namun pedagang bersikeras menganggap pemeritah berbohong, karena faktanya dijakarta pasokan daging 99% dari impor, sisanya 1 % dari bali. Sehingga jika impor tidak ada, daging sapi pun tidak ada (Jitunes.com). Menurut Hendri perbedaan data inilah yang menyebabkan para spekulan memainkan harga. Maka dari itu pemerintah harus lebih serius mendata apakah benar pasokan daging dalam negeri mencukupi kebutuhan?
Penyebab Lonjakan Harga Daging Sapi
Setidaknya ada dua penyebab utama kelangkaan pasokan daging sapi, yang menyebabkan naiknya harga daging sapi saat ini. Pertama, dugaan adanya permainan harga yang dilakukan para importir dan eksportir daging sapi. Pasalnya merekalah pihak yang paling dirugikan, dengan adanya penurunan kuota impor, mereka kehilangan omset triliunan rupiah.
Hitungan sederhananya : Jika harga 1 ekor sapi Australia + pengapalan, dll = Rp 10 juta, maka eksportir itu kehilangan potensi omset sebesar (270 ribu - 50 ribu) x Rp 10 juta = Rp 2,2 triliun setiap kuartal. Berarti total hilangnya omset dalam 1 tahun = Rp 2,2 triliun x 4 = Rp 8,8 triliun. Angka yang fantastis!
Adapun cara importir mempermainkan harga yaitu dengan menahan sapi siap potong. Terbukti beberapa feedloter setelah digerebek Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri , menimbun ratusan sapi siap potong. Ditemukan 4 ribu ekor sapi siap potong, namun oleh pemiliknya dibiarkan (Gresnes.com). Padahal secara economis ketika sapi telah siap potong diperlama umurnya, akan menyusut bobotnya, itu artinya mereka akan mendapat kerugian.
Penyebab kedua atas kelangkaan pasokan daging sapi ini adalah kelalaian pemerintah yang tidak mampu melayani masyarakat dengan menyediakan kebutuhan daging sapi yang cukup dan terjangkau. Sampai saat ini tekhnologi peternakan sapi di Indonesia masih kalah jauh dibandingkan negara-negara produsen sapi dunia.
Begitupun distribusi yang buruk, dapat menghambat sampainya sapi dari sentra produksi menuju sentra konsumsi. Buruknya infrastruktur dan juga pungli yang membuat harga sapi lokal lebih mahal dari pada sapi impor, hal demikian membuat peternak sapi kurang ‘bergairah’ dalam beternak sapi. Sebagai contoh pengangkutan sapi dari pulau bali dan Lombok lewat darat, akan menemui paling sedikit 20 titik pungutan baik legal ataupun tidak. Padahal jika pemerintah serius mengurus distribusinya, rantai yang panjang ini akan dengan mudah dipangkas, dengan pembelian kapal pengangkut misalnya.
Sebenarnya, poin pertama yaitu adanya permainan harga dari importir dan eksportir adalah juga bentuk lalainya pemerintah. Seharusnya pemerintah mampu mengantisipasi perbuatan curang para importir yang menyebabkan kelangkaan pasokan daging sapi. Begitupun terkait eksportir sapi, seharusnya pemerintah mempunyai kedaulatan atas ketersediaan daging sapi sehingga tidak mudah disetir negara lain.
Tanggung Jawab Pemerintah
Memang akhirnya, penguasalah yang paling bertanggung jawab akan tersedianya pangan bagi warganya. Dalam perspektif Islam, tugas penguasa adalah mengurusi urusan umat. Penguasa harus menjamin ketersediaan dan keterjangkauan kebutuhan pangan tiap individu, karena pangan adalah salah satu kebutuhan pokok yang harus dijamin negara.
Ketersediaan pangan adalah tersedianya stok pangan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Dengan kata lain, kemandirian produksi harus tercipta. Ketergantungan kebutuhan pokok pada negara lain harus diputus. Walaupun impor diperbolehkan, namun jangan sampai ketersediaan pangan bergantung pada impor. Karena hal ini yang akan mengakibatkan kedaulatan pangan dalam negeri terancam.
Oleh karena itu, sebenarnya kebijakan pembatasan kuota impor oleh pemerintah saat ini, guna memenuhi target swasembada pangan sudah tepat. Namun tentunya harus diimbangi dengan kebijakan lainnya seperti pembinaan terhadap peternak lokal baik dari sisi pemodalan ataupun  intensifikasi produksi. Bukan mengundang investor asing untuk berinvestasi ternak sapi di Indonesia, seperti yang dilakukan mentri perdagangan dulu.
Adapun keterjangkauan pangan adalah distribusi pangan yang harus serius dikelola oleh pemerintah. Pemerintah harus benar-benar memastikan setiap individu yang menjadi warga negaranya, tercukupi kebutuhan pangannya, termasuk daging sapi. Sayangnya, dalam sistem ekonomi kapitalis, distribusi diserahkan pada harga semata. Padahal tidak semua pihak bisa dan mampu mendapatkan hak nya jika hanya harga yang menjadi distribusinya.
Tanggung jawab pemerintah bukan hanya menyediakan pasokan saja, lebih dari itu pemerintah harus benar-benar memastikan kebutuhan pangan sampai di tiap individu yang membutuhkan.
Namun sejatinya akan sulit menemukan penguasa yang benar-benar memperhatikan rakyatnya dalam sistem demokrasi. Jikapun ada, mereka akan tersandung dengan aturan-aturan yang melindungi sistem ini. Akhirnya wajar jika pemerintahan dalam sistem demokrasi akan menelantarkan umat. Hanya sistem Islam lah yang mampu melahirkan penguasa yang benar-benaar mengurusi umatnya. sistem ini terbukti kuat dan mampu mensejahterakan warganya. Daulah Khilafah Islamiyah. wallahualam


Kanti Rahmillah, S.T.P, M.Si

www.detikislam.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar