Islampos.com (26 Maret 2014)
Serupa dengan Mbah bowo dari Solo, di Jakarta ada Dr KH Desembrian Rosyady, S.Ag, SH, SE, MM,
MBA, . Sebagai ilmuwan kawakan, yang
berkarir di perguruan tinggi ternama seperti UI, atau di lembaga penelitian sekelas
LIPI. Desembrian dijuluki ‘Dukun Politik’.
Lewat ritual-ritual gaib, Desembrian mengaku
sanggup membantu menggolkan tujuan orang - orang yang ingin meraih jabatan
tertentu di lembaga legislatif, eksekutif, atau di manapun. Calon pengguna
jasanya cukup menyetor nama, tanggal lahir, nama orang tua, alamat, daerah
pemilihan, nama partai, hingga alamat rumah mereka. Desembrian lalu melakukan
ritual untuk menghitung peluang calon tersebut, serta berbagai pernik
persyaratan yang dibutuhkan jika mau terus maju.
Mengaku sudah buka praktik sejak 1997 di
Jakarta, Desembrian menawarkan jasanya lewat pamflet kepada para calon anggota
legislatif dan calon kepala daerah. Kepada sebuah media online, Desembrian
menyebut, tarif jasanya untuk caleg tingkat kabupaten/kota Rp 100 juta, tingkat
provinsi Rp 200 juta, untuk DPR pusat Rp 300 juta. Untuk jabatan bupati atau
wali kota, Rp 2 miliar. Sedangkan untuk jabatan gubernur, minimal Rp 5 miliar,
tergantung wilayahnya. Tarif tertinggi adalah untuk calon presiden: Rp 1 triliun!
(AKTUAL, 2013). Luar biasa ongkos menjadi caleg apalagi presiden. Ini baru
ongkos pergi kedukun, bagaimana jika ditambah dengan ongkos kampanye dan
lainnya? Akan bisa dibayangkan seorang
yang tak berduit akan
kesulitan nyaleg walau mempunyai kemampuan
memimpin.
Menurut Marji (juru kunci Alas Ketonggo) sudah
banyak caleg yang datang ke Alas Ketonggo untuk menggelar ritual berdoa dan
mandi di Sungai Tumpuk. Caleg yang datang kira-kira sudah ada sekitar 50 orang menjelang
pileg 9 April itu. Sebut saja caleg perempuan Dapil V DPRD Kabupaten Ngawi dari Partai Demokrat
adalah salah satu dari sekian caleg yang melakukan ritual serupa
(Rohilonline.com -13 Maret 2014).
Syirik dalam Islam
Begitulah potret buram para calon pemimpin
kita, gelar akademis boleh berentet
namun tetap saja cara pandang mereka tentang kehidupan masih kolot. Padahal
kebanyakan dari mereka adalah muslim dan
sudah sangat jelas dalam Islam, bahwa apa yang mereka perbuat termasuk kedalam
syirik yang merupakan dosa besar. Allah SWT menyebutkan bahwa syirik adalah
kezaliman yang besar
“Sesungguhnya orang-orang yang
mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka pasti Allah mengharamkan surga
baginya, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolong pun,” (QS. Al-Maidah [5] : 72).
“Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman
yang besar,” (QS. Lukman [31] : 13).
Nabi SAW bersabda, “Inginkah aku beritahu
tentang dosa besar yang paling besar? Yaitu memperserkutukan Allah,” (HR.
Muslim).
Syirik
artinya menyamakan sesuatu selain Allah dengan Allah SWT. Inilah makna syirik
yang secara langsung dipahami ketika ia disebut dalam Al-Qur’an dan Sunah.
Karena itu, siapa pun yang menyembah sesuatu selain Allah atau menyembahnya
bersama dengan menyembah Allah, dia telah menjadi musyrik. Allah SWT berfirman,
“Dan
mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak mendatangkan kemadharatan
kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan, dan mereka berkata, ‘Mereka itu
pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah…’” (QS. Yunus [10] : 18).
Betapa
besar dosa syirik tergambar dari ancaman Allah kepada para pelakunya.
“Sesungguhnya
orang-orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka pasti Allah
mengharamkan surga baginya, dan tempatnya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang
zalim itu seorang penolong pun.” (QS. Az-Zumar [39] : 65).
Perdukunan ‘Sah’ dalam Demokrasi
Inilah alam demokrasi, semua bebas melakukan
apapun termasuk perdukunan. Maka dari itu tidaklah menjadi sesuatu yang aneh
bila para caleg negri ini melakukan ritual magis demi sebuah jabatan. Akal
mereka seolah-olah hilang, seperti hilangnya uang mereka untuk kampanye. Lalu
berharap setelah mereka menang, uang akan kembali dengan belipat lipat.
Alam demokrasi mengajarkan pada kita, bahwa
yang banyak lah yang menang, yang banyak mengeluarkan uang, yang banyak
pemilihnya, yang banyak relasinya dll. Para caleg berlomba-lomba melakukan berbagai
cara untuk mendapatkannya, tanpa mempertimbangkan apakah perbuatan tersebut
sesuai dengan perintah Allah atau sebaliknya.
Lantas siapa yang salah? Apakah semata-mata
para calegnya? Betul jika dikatakan
bahwa keimanan mereka yang dangkallah penyebab terperosoknya mereka pada jurang
kesyirikan. Namun lebih jauh, tentu jika kita melihat fenomena tidak hanya satu
atau dua caleg yang memakai jasa dukun untuk bersaing, berarti ada hal lain
diluar individunya? Ada sebuah sistem yang menaungi dan melegalkan perbuatan
mereka, dialah demokrasi yang mengagungkan kebebasan tanpa batas. Wallahu A’lam Bis-Shawaab.
Kanti Rahmillah, S.T.P , M.si
Tidak ada komentar:
Posting Komentar