Selasa, 08 Juli 2014

CABE-CABEAN BUAH IDE KEBEBASAN


Islampos.com (15 April 2014)
koran transaksi edisi 289


Munculnya istilah cabe-cabean di awal tahun 2014 ini menjadi topik yang asik untuk diperbincangkan, pasalnya yang menjadi objek adalah para remaja yang masih duduk dibangku SMP dan SMA.  Cabe-cabean  adalah istilah bagi para ABG atau remaja perempuan yang ada di lingkungan balap liar. ABG cabe-cabean tersebut konon menganut kehidupan sex bebas, bahkan tak segan menjual dirinya. Dalam sebuah balapan liar, cewek cabe-cabean ini bahkan menjadi ajang taruhan. Siapa yang menjadi pemenang, ia berhak “berkencan” dengan cabe-cabean yang menjadi taruhan.
Cabe-cabean ini tak jauh berbeda dengan Penjaja Sex Komersil (PSK), hanya umur mungkin yang jauh berbeda, mereka menjual dirinya sebagai taruhan dengan bayaran sesuai kesepakatan. Tak jarang, cabe-cabean yang berdandan layaknya PSK itu menawarkan dirinya kepada para pemenang disebuah balapan liar. 150 ribu hingga 300 ribu adalah harga yang biasa mereka tawarkan (Sayangi.com).
Namun seiring dengan tenarnya istilah cabe-cabean, istilah ini mulai mengalami perluasan makna, karena kini istilah cabe-cabean pun digunakan kepada remaja-remaja nakal yang kerap nongkrong di lokasi tertentu hingga larut malam. Mereka identik dengan kehidupan seks bebas, mabuk-mabukan, bahkan cewek bayaran, melekat pada istilah gadis yang dijuluki cabe-cabean seks. Mereka bahkan kerap menikmati malam bersama teman-temannya di beberapa club malam sambil menjajakan dirinya kepada para lelaki hidung belang.
Miris memang melihat fenomena ini, bagi orang tua yang memiliki anak remaja pasti sangat khawatir, belum lagi disusul dengan istilah terong-terongan, istilah ini adalah istilah yang sama dengan cabe-cabean, namun kelaminnya berbeda (laki-laki). terong-terongan adalah respon dari keberadaan cewek cabe-cabean.
Cabe-cabean ini semakin hangat diperbincangkan ketika KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menuturkan solusi atas persoalan ini dengan pendidikan sex dini pada remaja. Lantas apakah selesai permasalahannya setelah anak-anak mengetahui pendidikan sex?
Akar Permasalahan Timbulnya Fenomena Cabe-Cabean
ketika kita melihat lebih tajam, fenomena semacam ini sangat lekat kaitannya dengan ide kebebasan. anak-anak seolah-olah ingin menunjukan pada kita bahwa mereka adalah mahluk yang bebas, bebas berekspresi, bebas bertingkah laku, dan pada akhirnya bebas apakah sesuai dengan syariat atau tidak.
ide kebebasan ini adalah anak dari ideologi kapitalisme yang mencengkram Indonesia. Asasnya yang sekuler (memisahkan agama dengan kehidupan) membuat ajaran agama yang diajarkan disekolah-sekolah atau dipengajian menjadi mental tak terpakai. Wajar saja kalo pada akhirnya anak-anak tak peduli dengan agamanya. 
Jangankan memikirkan apakah mereka diakhirat kelak masuk syurga atau neraka, memikirkan masa depannya saja mereka enggan. Energi mereka habis untuk terus menunjukan eksistensi dan mengejar kesenangan dunia. Apalagi jika berbicara masa depan bangsa ditangan mereka, pemikiran tersebut sudah jauh dari benak mereka. ketikapun ada beberapa dari mereka yang memikirkan bangsa, memikirkan masa depannya, mereka akan terlempar dari komunitasnya dan dianggap aneh, karena diluar mainstream mereka.
Jadi akar permasalahannya terletak pada mindset  remaja sekarang yang sadar atau tidak terpengaruh dengan ide kebebasan, bahwa mereka bebas melakukan apapun yang mereka suka. dan tentunya ide ini berasaskan faham sekulerisme yang mengabaikan peran agama dalam kehidupan.
Solusi Islam Dalam Menyelesaikan Fenomena Cabe-Cabean
Ada banyak factor penyebab munculnya fenomena cabe-cabean ini, setidaknya ada 3 faktor utama yang sangat berperan dalam memunculkan fenomena ini dan bagaimanakah Islam menjawab permasalahan ini
Faktor pertama adalah keluarga, keluarga adalah basis pembinaan, karena setiap manusia mendapatkan pendidikan pertamanya di keluarga. Tentunya dalam hal ini yang paling berperan adalah orang tua. Ayah dan Ibu mempunyai tanggung jawab terhadap anaknya, apa yang anak-anak lakukan di luar rumah seharusnya terpantau, namun tak sedikit keluarga yang abai terhadap hal ini, ayah dan  ibu sibuk bekerja untuk membahagiakan anaknya lewat materi. adik atau kakaknya pun sibuk dengan urusannya masing-masing.
Ditambah pendidikan agama yang minim, sehingga tidak bisa membedakan mana yang halal dilakukan mana yang haram dilakukan. kalaupun tau, karena jawiliman dalam keluarga tersebut tidak kondusif akhirnya anak lebih mengikuti hawa nafsunya ketimbang  syariat.
Oleh karena itu Islam sangat memperhatikan peran keluarga. ibu berperan sebagai umun wa robatul bait dan ayah mencari nafkah. keduanya mempunyai kewajiban atas pendidikan anak-anaknya, karena anak adalah amanah buat mereka. Dari keluargalah penanaman nilai-nilai agama dimulai. Anak-anak disadarkan bahwa dia diciptakan di dunia ini dengan tujuan khusus, yakni taqwa. Orang tua menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Ciptakan keluarga yang harmonis sehingga anak-anak merasa betah dirumah, adik kakak saling menasehati dan berkasih sayang. Komunikasi yang dibangun harus berdasarkan kasih sayang sehingga teguran dianggap nasihat bukan hukuman.
Faktor kedua adalah lingkungan tempat dia tinggal termasuk teman-teman disekolahnya, tak jarang anak-anak lebih percaya pada teman-temannya daripada orang tuanya sendiri. Islam mengharuskan anak-anak patuh pada orangtuanya, melarang sikap individualis dan apatis sehingga hal tersebut harus dibuang jauh.
Dalam Islam diatur bagaiman bergaul antar lawan jenis, sehingga anak-anak mengerti bagaiman cara bergaul sesuai syariat. Begitupun tindakkan amar ma’ruf nahyi mungkar dikalangan mereka harus menjadi budaya, sehingga jika ada yang berbuat salah teman-temannya merespon dengan menasehatinya.
Faktor yang ketiga adalah negara, seharusnya negara mempunyai kepedulian yang besar terhadap kebahayaan yang merusak generasi bangsa. Misalnya dengan mengendalikan media, media adalah salah satu corong terbesar dalam impornya budaya-budaya barat yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Sekarang ini, nyaris media tanpa sensor, dari mulai televisi yang menyajikan drama-drama yang kurang mendidik sampai situs-situs internet yang tak layak dikonsumsi.

Seharusnya negara mempunyai regulasi yang tepat dan tegas terhadap munculnya fenomena yang seperti ini. Dan tentunya negara yang menerapkan syariat Islam lah yang mampu mengentaskan permasalahan cabe-cabean ini sampai tuntas. Wallahu’alam

Kanti Rahmillah, S.T.P , M.si

Tidak ada komentar:

Posting Komentar