Islampos.com (15 April 2014)
Munculnya istilah cabe-cabean di awal tahun 2014 ini
menjadi topik yang asik untuk diperbincangkan, pasalnya yang menjadi objek
adalah para remaja yang masih duduk dibangku SMP dan SMA. Cabe-cabean adalah istilah bagi
para ABG atau remaja perempuan yang ada di lingkungan balap liar. ABG cabe-cabean tersebut konon menganut
kehidupan sex bebas, bahkan tak segan menjual dirinya. Dalam sebuah balapan
liar, cewek cabe-cabean ini
bahkan menjadi ajang taruhan. Siapa yang menjadi pemenang, ia berhak
“berkencan” dengan cabe-cabean yang
menjadi taruhan.
koran transaksi edisi 289
Cabe-cabean ini tak jauh berbeda dengan
Penjaja Sex Komersil (PSK), hanya umur mungkin yang jauh berbeda, mereka
menjual dirinya sebagai taruhan dengan bayaran sesuai kesepakatan. Tak jarang, cabe-cabean yang berdandan layaknya PSK
itu menawarkan dirinya kepada para pemenang disebuah balapan liar. 150 ribu
hingga 300 ribu adalah harga yang biasa mereka tawarkan (Sayangi.com).
Namun seiring dengan tenarnya istilah cabe-cabean, istilah ini mulai
mengalami perluasan makna, karena kini istilah cabe-cabean pun digunakan kepada remaja-remaja nakal yang kerap
nongkrong di lokasi tertentu hingga larut malam. Mereka identik dengan
kehidupan seks bebas, mabuk-mabukan, bahkan cewek bayaran, melekat pada istilah
gadis yang dijuluki cabe-cabean
seks. Mereka bahkan kerap menikmati malam bersama teman-temannya di
beberapa club malam sambil menjajakan dirinya kepada para lelaki hidung belang.
Miris memang melihat fenomena ini, bagi orang tua yang
memiliki anak remaja pasti sangat khawatir, belum lagi disusul dengan istilah terong-terongan, istilah ini adalah
istilah yang sama dengan cabe-cabean,
namun kelaminnya berbeda (laki-laki). terong-terongan adalah respon dari
keberadaan cewek cabe-cabean.
Cabe-cabean ini semakin hangat
diperbincangkan ketika KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menuturkan solusi atas persoalan ini dengan
pendidikan sex dini pada remaja. Lantas apakah selesai permasalahannya setelah anak-anak
mengetahui pendidikan sex?
Akar Permasalahan Timbulnya
Fenomena Cabe-Cabean
ketika kita melihat lebih tajam, fenomena semacam ini
sangat lekat kaitannya dengan ide kebebasan. anak-anak seolah-olah ingin
menunjukan pada kita bahwa mereka adalah mahluk yang bebas, bebas berekspresi,
bebas bertingkah laku, dan pada akhirnya bebas
apakah sesuai dengan syariat atau tidak.
ide kebebasan ini adalah anak dari ideologi kapitalisme
yang mencengkram Indonesia. Asasnya yang sekuler (memisahkan agama dengan kehidupan)
membuat ajaran agama yang diajarkan disekolah-sekolah atau dipengajian menjadi
mental tak terpakai. Wajar saja kalo pada akhirnya anak-anak tak peduli dengan
agamanya.
Jangankan memikirkan apakah mereka diakhirat kelak
masuk syurga atau neraka, memikirkan masa depannya saja mereka enggan. Energi
mereka habis untuk terus menunjukan eksistensi dan mengejar kesenangan dunia. Apalagi
jika berbicara masa depan bangsa ditangan mereka, pemikiran tersebut sudah jauh
dari benak mereka. ketikapun ada beberapa dari mereka yang memikirkan bangsa,
memikirkan masa depannya, mereka akan terlempar dari komunitasnya dan dianggap aneh, karena diluar mainstream mereka.
Jadi akar permasalahannya terletak pada mindset remaja sekarang yang sadar atau tidak
terpengaruh dengan ide kebebasan, bahwa mereka bebas melakukan apapun yang
mereka suka. dan tentunya ide ini berasaskan faham sekulerisme yang mengabaikan
peran agama dalam kehidupan.
Solusi Islam Dalam
Menyelesaikan Fenomena Cabe-Cabean
Ada
banyak factor penyebab munculnya fenomena cabe-cabean
ini, setidaknya ada 3 faktor utama yang sangat berperan dalam memunculkan
fenomena ini dan bagaimanakah Islam menjawab permasalahan ini
Faktor
pertama adalah keluarga, keluarga adalah basis pembinaan, karena setiap manusia
mendapatkan pendidikan pertamanya di keluarga. Tentunya dalam hal ini yang
paling berperan adalah orang tua. Ayah dan Ibu mempunyai tanggung jawab
terhadap anaknya, apa yang anak-anak lakukan di luar rumah seharusnya terpantau,
namun tak sedikit keluarga yang abai terhadap hal ini, ayah dan ibu sibuk bekerja untuk membahagiakan anaknya
lewat materi. adik atau kakaknya pun sibuk dengan urusannya masing-masing.
Ditambah
pendidikan agama yang minim, sehingga tidak bisa membedakan mana yang halal
dilakukan mana yang haram dilakukan. kalaupun tau, karena jawiliman dalam keluarga tersebut tidak kondusif akhirnya anak
lebih mengikuti hawa nafsunya ketimbang
syariat.
Oleh
karena itu Islam sangat memperhatikan peran keluarga. ibu berperan sebagai umun wa robatul bait dan ayah mencari
nafkah. keduanya mempunyai kewajiban atas pendidikan anak-anaknya, karena anak
adalah amanah buat mereka. Dari keluargalah penanaman nilai-nilai agama
dimulai. Anak-anak disadarkan bahwa dia diciptakan di dunia ini dengan tujuan khusus,
yakni taqwa. Orang tua menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Ciptakan
keluarga yang harmonis sehingga anak-anak merasa betah dirumah, adik kakak
saling menasehati dan berkasih sayang. Komunikasi yang dibangun harus
berdasarkan kasih sayang sehingga teguran dianggap nasihat bukan hukuman.
Faktor
kedua adalah lingkungan tempat dia tinggal termasuk teman-teman disekolahnya, tak
jarang anak-anak lebih percaya pada teman-temannya daripada orang tuanya
sendiri. Islam mengharuskan anak-anak patuh pada orangtuanya, melarang sikap
individualis dan apatis sehingga hal tersebut harus dibuang jauh.
Dalam
Islam diatur bagaiman bergaul antar lawan jenis, sehingga anak-anak mengerti
bagaiman cara bergaul sesuai syariat. Begitupun tindakkan amar ma’ruf nahyi
mungkar dikalangan mereka harus menjadi budaya, sehingga jika ada yang berbuat
salah teman-temannya merespon dengan menasehatinya.
Faktor
yang ketiga adalah negara, seharusnya negara mempunyai kepedulian yang besar
terhadap kebahayaan yang merusak generasi bangsa. Misalnya dengan mengendalikan
media, media adalah salah satu corong terbesar dalam impornya budaya-budaya
barat yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Sekarang ini, nyaris media tanpa
sensor, dari mulai televisi yang menyajikan drama-drama yang kurang mendidik
sampai situs-situs internet yang tak layak dikonsumsi.
Seharusnya
negara mempunyai regulasi yang tepat dan tegas terhadap munculnya fenomena yang
seperti ini. Dan tentunya negara yang menerapkan syariat Islam lah yang mampu
mengentaskan permasalahan cabe-cabean
ini sampai tuntas. Wallahu’alam
Kanti Rahmillah, S.T.P , M.si
Tidak ada komentar:
Posting Komentar