Kamis, 26 Maret 2015

KRISIS IDENTITAS REMAJA INDONESIA


Media Sosial Facebook (FB), kembali dihebohkan dengan ulah siswi kelas 10 menengah kejuruan di Jember, Jawa Timur. Perbuatannya yang menampilkan adegan vulgar dalam foto profil akun FB miliknya, membuat guru dan pihak sekolah turun tangan. Setelah ditanya langsung kepada siswinya, diakui bahwa foto tersebut memang benar dirinya, namun yang mengunggah adalah temannya. Foto vulgar siswi tersebut yang ternyata juga masih menggunakan seragam sekolah, tidak bisa dihapus karena password nya telah diganti, sehingga dia sendiri sudah tidak bisa membuka akun miliknya sendiri.

Bukan kali pertama kasus seperti ini terjadi, sebelumnya di tahun 2014 terjadi kasus serupa, beredarnya foto bugil pelajar SMU Jambi di FB. Begitupun kasus tersebarnya video mesum sepasang anak SMU Rembang di youtube. Era smartphone dan media sosial membuat remaja semakin mudah mengunggah foto, tinggal ambil gambar langsung posting, tanpa berfikir apakah foto yang mereka unggah seronok atau tidak.

Belum lagi fakta kenakalan remaja-remaja Indonesia seperti geng motor, narkoba, freesex, homosex, yang ternyata sebagian besar pelakunya adalah pelajar yang seharusnya menjadi aset bangsa.

Krisis Identitas Remaja Indonesia

Krisis identitas remaja Indonesia sekarang ini semakin parah, kasus diatas adalah fakta dari sekian banyak kasus amoral yang menimpa putra putri Indonesia. Menurut ilmu psikologi, perbuatan amoral yang mereka lakukan semata mata adalah wujud akan pencarian jati dirinya. Kebingungan dalam mengekspresikan eksistensinya memudahkan mereka terbawa arus. Apapun yang membuat mereka senang akan dilakukannya saat itu juga, tak peduli apakah hal demikian berdampak positif ataupun negatif.

Indonesia adalah pengguna smartphone ke lima terbesar di dunia. Sungguh prestasi yang membanggakan sekaligus memprihatinkan jika smartphone hanya dijadikan alat untuk memudahkan para remaja mengupload dan mendownload foto-foto atau video-video vulgar. Belum lagi menurut Kominfo, Indonesia adalah negara pengakses situs porno kedua terbesar di dunia, sungguh prestasi yang memilukan. Masifnya kepungan budaya mesum yang menyerang remaja Indonesia tak sebanding dengan kuatnya benteng pertahanan mereka.

Menurut Kominfo setelah dilakukan riset kepada 1200 pelajar SMP dan SMA di 12 kota besar di Indonesia. Hasilnya mengejutkan, 97 persen pelajar Indonesia pernah dan suka membuka situs porno. Dan yang lebih mengerikan lagi, 61 persen diantaranya sudah melakukan hubungan intim diluar nikah. Serangan budaya barat tanpa filter membuat remaja kewalahan.

Mengapa hal demikian terjadi? Siapa yang bertanggungjawab atas cacatnya perilaku remaja Indonesia saat ini? Jika kita runut sampai pada hal mendasar, maka bisa kita simpulkan bahwa remaja Indonesia mengalami krisis identitas akibat dari kehidupan yang sekuleristik – memisahkan agama dengan kehidupan. Mereka tidak memahami makna hidup, tujuan hidup dan hidup itu untuk apa?.

Kehidupan yang sekuleristik mengajarkan pada remaja bahwa agama tidak mempunyai peran dalam kehidupan. Keluarga pun semakin rapuh untuk bisa dijadikan benteng pertahanan remaja, sehingga terjadilah kehidupan yang hedonis, kehidupan yang hanya mengejar kenikmatan dunia. Pergaulan yang hedonistik ini lah yang membawa remaja pada pola tingkah yang acuh.

Begitupun lingkungan yang memanjakan syahwat, budaya permisif yang ada di Indonesiamembuat remaja dengan ringannya melakukan adegan-adegan mesum di tempat umum dan terbuka. Mereka tidak merasa risih apalagi berdosa, jika memakai pakain minimalis, berciuman atau berpelukan dengan pasangannya.

Liberalisasi media masa pun turut andil yang sangat besar terhadap pergaulan remaja saat ini. Setiap hari mereka dijejali tayangan-tayangan yang mengumbar syahwat. Kebingungan mereka akhirnya berlabuh pada bagaimana agar apa yang mereka senangi terpenuhi. Karena pengumbaran syahwat dimana-mana, akhirnya apa yang mereka senangi menjurus pada hal yang demikian.

Lebih dari itu, tidak ada upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah dalam menjaga remaja Indonesia dari bahayanya kehidupan yang sekuleristik. Situs-situs porno yang masih sangat mudah diakses, lembaga sensor yang tidak terlihat sepak terjangnya, sangsi yang tidak tegas dan tidak menjerakan kepada pelaku, membuat pemerintah terlihat seperti kurang serius dalam memberantas budaya negatif dari barat.

Islam Punya Solusi

Islam adalah agama yang mengajarkan bahwa kehidupan tidak boleh dipisahkan dari agama, karena dalam agama Islam terkandung aturan-aturan kehidupan yang harus dilakukan oleh umatnya. Aturan ini merupakan konsekuensi atas keimannanya. Sehingga remaja tidak akan lagi mengalami krisis identitas jika memahami dengan benar agama Islam.

Merupakan mitos besar jika dikatakan bahwa masa remaja adalah masa yang pasti akan mengalami krisis identitas. Karena faktanya, awal fenomena krisis identitas yang melanda remaja, hanya ada di dunia barat saja. Namun kini, sudah merambah ke negeri-negeri muslim, seiring dengan mewabahnya pemahaman sekuler di negeri muslim.

Islam mengajarkan pada umatnya untuk mengenali agama dengan berfikir. Maka yang pertama kali harus difikirkannya adalah tujuan hidupnya untuk apa? dari mana dia berasal dan akan kembali pada siapa? maka ketika sudah terjawab bahwa, kita berasal dari Allah SWT dan akan kembali lagi pada Nya, tak ada jawaban lain selian bahwa, tujuan kita hidup adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Hanya ridha Allah SWT lah yang menjadi tujuan amal perbuatan kita.

Remaja yang mengerti arti hidup, mengetahui tujuan hidupnya, tidak akan gamang lagi mencari identitas tentang dirinya. Dengan Islam akan terjawab bahwa, kita semua adalah hamba Allah SWT yang harus terikat dengan aturan Nya. Sehingga remaja muslim akan mengisi hari-harinya dengan kegiatan yang dapat menghantarkan dirinya pada jannahnya Allah SWT.

Terakhir, pemahaman Islam akan sampai ditengah-tengah remaja Indonesia jika didukung penuh oleh pemerintah. Pemerintahan yang sekuler tidak akan mungkin mendukung penyebaran Islam. Hanya pemerintahan yang menerapkan syariah secara kaffah lah yang mampu mendukung secara penuh agar umatnya bertakwa. Tentunya, pemerintahan yang menerapkan Islam secara kaffah tidak akan mungkin ada dalam pemerintahan yang menerapkan sistem demokrasi. Penerapan syariat Islam secara kaffah hanya akan bisa terealisasi dalam sistem Khilafah Islamiyah. Wallahualam.


oleh Kanti Rahmillah, S.T.P, M.Si

Tidak ada komentar:

Posting Komentar